Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilukada) Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, diputus Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (21/7/2011) siang. Putusan ini merupakan putusan akhir sengketa pilukada Tebo. Dalam amar putusan, Mahkamah menetapkan hasil perolehan suara dari masing-masing pasangan calon dalam PSU Pilukada Tebo Tahun 2011. Mahkamah juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Tebo untuk melaksanakan putusan ini.
Hasil perolehan suara dari masing-masing pasangan calon dalam PSU Pilukada Tebo Tahun 2011 yang ditetapkan oleh MK yaitu, pasangan nomor urut 1, Sukandar-Hamdi (Suka-Hamdi) meraih 78.754 suara; pasangan nomor urut 2, Ridham Priskap-Eko Putro (Riddham-Eko) sebanyak 5.836 suara; dan pasangan nomor urut 3, Yopi Muthalib-Sri Sapto Eddy (Yopi-Sapto sebanyak 72.656 suara.
Mahkamah selanjutnya memerintah KPU Tebo agar menetapkan pasangan peraih suara terbanyak yaitu pasangan Suka-Hamdi sebagai pasangan Bupati/Wakil Bupati Tebo terpilih pada Pemilukada Tebo Tahun 2011. Putusan MK ini menandai berakhirnya sengketa Pemilukada Tebo.
Mulanya Yopi-Sapto Menang
Pemungutan suara dalam Pilukada Tebo berlangsung dua kali. Pemungutan suara pertama digelar pada 10 Maret 2011. Kemudian, pasca putusan MK yang memerintahkan PSU, KPU Tebo menggelar PSU di seluruh TPS se-Kabupaten Tebo pada 5 Juni 2011.
Berdasarkan berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara pilukada Tebo Tahun 2011 Nomor 6/BA KPU-TB/2011 bertanggal 15 Maret 2011 beserta lampirannya, dan keputusan KPU Tebo Nomor 09 Tahun 2011, Yopi-Sapto meraih suara terbanyak, mengalahkan dua pasangan kandidiat lainnya. Yopi-Sapto unggul dengan perolehan 77.157 suara. Sedangkan Suka-Hamdi memperoleh 74.436 suara. Posisi terakhir diduduki Ridham-Eko dengan perolehan 12.982 suara.
Suka-Hamdi tidak menerima hasil pemungutan suara pertama dan kemudian mengajukan permohonan keberatan ke MK. Pada 18 Maret 2011 Suka-Hamdi mendaftarkan permohonan ke MK dan diregistrasi dengan Nomor 33/PHPU.D-IX/2011, tanggal 25 Maret 2011.
Suka-Hamdi mendalilkan sejumlah pelanggaran selama proses Pilukada Tebo. Mahkamah pun menggelar sidang sengketa Pilukada Tebo yang diajukan Suka-Hamdi sebanyak tujuh kali.
Pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM)
Di persidangan MK, tak tanggung-tanggung Suka-Hamdi menghadirkan sejumlah saksi dan bukti untuk memperkuat dalil terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Sebenarnya, materi permohonan Suka-Hamdi tidak terkait dengan kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon (KPU Tebo) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Kendati demikian, dalam menilai proses terhadap hasil Pemilu atau Pemilukada, Mahkamah membedakan berbagai pelanggaran ke dalam tiga kategori. Pertama, pelanggaran dalam proses yang tidak berpengaruh atau tidak dapat ditaksir pengaruhnya terhadap hasil suara Pemilu atau Pemilukada seperti pembuatan baliho, kertas simulasi yang menggunakan lambang, dan alat peraga yang tak sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Untuk jenis pelanggaran yang seperti ini Mahkamah tidak dapat menjadikannya sebagai dasar pembatalan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU atau KPU Provinsi/Kabupaten/Kota. Hal ini sepenuhnya menjadi ranah peradilan umum dan/atau PTUN.
Kedua, pelanggaran dalam proses Pemilu atau Pemilukada yang berpengaruh terhadap hasil Pemilu atau Pemilukada seperti money politic, keterlibatan oknum pejabat atau PNS, dugaan pidana Pemilu, dan sebagainya. Pelanggaran yang seperti ini dapat membatalkan hasil Pemilu atau Pemilukada sepanjang berpengaruh secara signifikan, yakni karena terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang ukuran-ukurannya telah ditetapkan dalam berbagai putusan Mahkamah. Pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya tidak signifikan memengaruhi hasil Pemilu atau Pemilukada seperti yang bersifat sporadis, parsial, perorangan, dan hadiah-hadiah yang tidak bias dibuktikan pengaruhnya terhadap pilihan pemilih tidak dijadikan dasar oleh Mahkamah untuk membatalkan hasil penghitungan suara oleh KPU/KPU Provinsi/Kabupaten/Kota.
Ketiga, pelanggaran tentang persyaratan menjadi calon yang bersifat prinsip dan dapat diukur (seperti syarat tidak pernah dijatuhi pidana penjara dan syarat keabsahan dukungan bagi calon independen) dapat dijadikan dasar untuk membatalkan hasil Pemilu atau Pemilukada karena ada pesertanya yang tidak memenuhi syarat sejak awal.
Berdasar pandangan dan paradigma tersebut, Mahkamah menegaskan bahwa pembatalan hasil Pemilu atau Pemilukada karena pelanggaran-pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sama sekali tidak dimaksudkan oleh Mahkamah untuk mengambil alih kewenangan badan peradilan lain. Mahkamah tidak akan pernah mengadili pelanggaran pidana atau administrasi dalam Pemilu atau Pemilukada, melainkan hanya mengambil pelanggaran-pelanggaran yang terbukti di bidang itu yang berpengaruh terhadap hasil Pemilu atau Pemilukada sebagai dasar putusan tetapi tidak menjatuhkan sanksi pidana dan sanksi administrasi terhadap para pelakunya.
Sementara itu, pelanggaran TSM yang didalilkan Suka-Hamdi antara lain keterlibatan Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus dalam pertemuan di rumah Yopi. Gubernur Jambi yang juga Ketua DPD Partai Demokrat ini memberikan arahan dan permintaan kepada seluruh jajaran kepala desa/lurah serta camat yang hadir untuk memenangkan Yopi-Sapto. Kemudian keterlibatan Bupati Tebo, H.A. Madjid Muaz yang mengarahkan PNS di Kantor Pemda Tebo agar memenangkan pasangan Yopi-Sapto.
Berdasarkan keterangan saksi dan bukti di persidangan, menurut Mahkamah, telah terjadi pelibatan PNS terutama camat dan kepala desa secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pilukada Tebo untuk memenangkan Yopi-Sapto (Pihak Terkait). Tindakan tersebut menurut Mahkamah, adalah tindakan yang melanggar prinsip Pemilu yang Luber dan Jurdil.
Mahkamah menyatakan konsisten dengan putusan-putusan Mahkamah sebelumnya yang tidak member toleransi pelanggaran yang secara terstruktur dengan melibatkan pejabat dan PNS dalam Pemilukada untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Putusan-putusan tersebut di antaranya Putusan Sengketa Pemilukada Kabupaten Gresik (Putusan Nomor 28/PHPU.D-VIII/2010), Kota Surabaya (Putusan Nomor 31 /PHPU.D-VIII/2010), Kota Manado (Putusan Nomor 144/PHPU.DVIII/2010), Kabupaten Pandeglang (Putusan Nomor 190/PHPU.D-VIII/2010), dan Putusan Sengketa Pemilukada Kota Tangerang Selatan (Putusan Nomor 209-210/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 10 Desember 2010). Semua putusan-putusan tersebut berkaitan dengan pelibatan PNS yang menyebabkan Pemilukada harus diulang.
Mahkamah dalam persidangan dengan agenda pengucapan putusan di MK, Rabu (13/4/2011) memutus sengketa Pilukada Tebo yang diajukan pasangan Suka-Hamdi. Dalam amar putusan, Mahkamah membatalkan berlakunya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara Nomor 6/BA KPUTB/2011, tanggal 15 Maret 2011 yang ditetapkan oleh KPU Tebo (Termohon). Selanjutnya, memerintahkan kepada KPU Tebo untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS se-Kabupaten Tebo.
Mahkamah dalam amar putusan juga memerintahkan KPU, Bawaslu, KPU Provinsi Jambi, dan Panwaslu Tebo untuk mengawasi PSU sesuai dengan kewenangannya. Terakhir, melaporkan hasil PSU kepada Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya 90 hari setelah putusan ini diucapkan.
Suka-Hamdi Menangi PSU
Kemenangan Yopi-Sapto pada pemungutan pertama, tak berlanjut pada pemungutan suara ulang (PSU). Pasca putusan MK untuk perkara Nomor 33/PHPU.D-IX/2011, pada 5 Juni 2011 KPU Tebo menggelar PSU se-Kabupaten Tebo. Kemudian KPU Tebo melaporkan hasil PSU ke MK. Hasil PSU menunjukkan, Pasangan nomor urut 1, Sukandar-Hamdi (Suka-Hamdi) memperoleh suara sah sejumlah 78.754 (50,08 %). Pasangan nomor urut 2, Ridham Priskap-Eko Putra (Ridham-Eko) dengan perolehan suara sah 5.836 (3,71%). Kemudian pasangan nomor urut 3, Yopi Muthalib-Sri Sapto Eddy (Yopi-Sapto) memperoleh suara sah 72.656 (46,21%).
Terdapat perbedaan hasil perolehan suara antara pemungutan suara pertama tanggal 10 Maret 2011 dengan PSU tanggal 5 Juni 2011. Berbeda dengan Suka-Hamdi yang perolehan suaranya naik pada PSU, Ridham-Eko dan Yopi-Sapto justru mengalami penurunan suara. Suka-Hamdi pada pemungutan suara pertama (PSP) meraih 74.436 suara, pada PSU naik menjadi 78.756 suara. Ridham-Eko pada PSP mendapat 12.982 suara, saat PSU turun menjadi 5.836 suara. Sedangkan Yopi-Sapto PSP meraih 77.157 suara, pada PSU justru turun menjadi 72.656 suara.
Arah mata angin berubah haluan. Yopi-Sapto yang menang pada pemungutan suara pertama, pada PSU kalah dengan Suka-Hamdi. Yopi-Sapto kemudian mengajukan permohonan keberatan permohonan keberatan atas berita acara rekapitulasi hasil PSU ke MK pada Rabu, (15/4/2011).
Menindaklanjuti permohonan keberatan Yopi-Sapto, MK menggelar 7 (tujuh) kali persidangan. Persidangan pertama pasca PSU digelar pada 22 Juni 2011 dengan agenda mendengar laporan KPU Tebo dan KPU Provinsi Jambi. Di hadapan Panel Hakim MK yang diketuai M. Akil Mochtar, didampingi Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva, KPU Provinsi Jambi dan KPU Tebo, menyatakan pelaksanaan PSU pada 5 Juni 2011 berjalan lancar, baik, tertib, dan tanpa kendala yang berarti.
Sementara itu, pasangan Yopi-Sapto membantah laporan KPU Jambi dan KPU Tebo. Melalui kuasanya, Utomo Karim Yopi-Sapto mensinyalir pelaksanaan PSU diwarnai kecurangan. Utomo mempermasalahkan pemutakhian DPT. Utomo beralasan, dalam amar putusan sela MK tidak ada perintah pemutakhiran salinan DPT. “Ternyata DPT ini dirubah,” kata Utomo menanggapi laporan KPU Tebo.
Pasangan Yopi-Sapto (Pihak Terkait) dalam permohonan mendalilkan terjadinya sejumlah pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif yang dilakukan oleh KPU Tebo (Termohon) dan tim sukses Suka-Hamdi (Pemohon). Pelanggaran tersebut meliputi: penggelembungan suara dan perubahan DPT; money politic; intimidasi tim sukses Suka-Hamdi terhadap pendukung Yopi-Sapto; kampanye hitam; keberpihakan aparat kepolisian tingkat Polda Jambi, Polres Tebo, Polsek-Polsek hingga Babinsa; terakhir, ketidaknetralan PNS mulai dari perangkat desa hingga RT/RW.
Selain mendengar laporan KPU Tebo, Mahkamah juga mendengar keterangan Panitia Pengawas Pemilukada (Panwaslukada) Tebo dalam persidangan Mahkamah pada 30 Juni 2011. Mahkamah juga telah memanggil Kapolda Jambi dan Kapolres Tebo untuk memberikan laporan dan kesaksian dalam pelaksanaan PSU. Mahkamah juga mendengar penjelasan dari pasangan Suka-Hamdi dan memeriksa bukti-bukti yang diajukan para pihak berperkara.
Panwaslukada Tebo mengakui menerima dan menindaklanjuti beberapa temuan dan laporan dugaan pelanggaran yang terjadi. Namun tidak menemukan adanya pelanggaran TSM. Kapolda Jambi dan Kapolres Tebo dalam keterangannya membantah dalil Yopi-Sapto mengenai keterlibatan aparat kepolisian dalam mendukung Pasangan Suka-Hamdi. Sedangkan terhadap bukti-bukti yang diajukan Yopi-Sapto, menurut penilaian Mahkamah, tidak ada rangkaian fakta atau bukti yang membuktikan terjadinya pelanggaran TSM dalam proses PSU.
Walhasil, Mahkamah menjatuhkan putusan akhir sengketa pilukada Tebo yang diucapkan pada 21 Juli 2011. Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan, menetapkan hasil perolehan suara dari masing-masing Pasangan Calon dalam PSU pilukada Tebo Tahun 2011. Selanjutnya, Mahkamah memerintahkan KPU Tebo untuk melaksanakan putusan ini. (Nur Rosihin Ana)
0 komentar:
Posting Komentar