Rabu, 30 Mei 2012

Sengketa Kuasa Pulau Berhala

Pasal 9 ayat (4) UU Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Sorolangun, Daerah Kabupaten Tebo, Daerah Kabupaten Muara Jambi, Dan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dengan tegas menyatakan bahwa Kabupaten Tanjung Jabung Timur mempunyai batas wilayah: a. sebelah utara dengan Laut Cina Selatan; b. sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan. “Jadi, dengan kenyataan ini tidak bisa dipungkiri bahwa Pulau Berhala itu adalah bagian dari Tanjung Jabung Timur.”

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Prof. H. Rozali Abdullah, SH saat didaulat sebagai ahli Pemohon dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (30/5/2012) pagi. Sidang pleno perkara Perkara 32/PUU-X/2012 mengenai  Pengujian Pasal 5 ayat (1) huruf c UU Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau, beragendakan mendengarkan keterangan Pihak Terkait I dan Pihak Terkait II serta Saksi/Ahli dari Pemohon, Pemerintah dan Pihak Terkait.

Lebih lanjut Rozali menyatakan, Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menyatakan bahwa Kabupaten Kepri dalam UU ini, tidak termasuk Pulau Berhala. “Karena Pulau Berhala termasuk dalam wilayah Provinsi Jambi berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999,” terang Rozali.

Sementara itu, Prof. Dr. Hasjim Djalal, ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) selaku Pihak Terkait I, dalam paparannya menyatakan, secara hukum yang sering menentukan hak dan kewenangan suatu pemerintahan terhadap suatu wilayah adalah bagaimana efektifnya pemerintahan atas wilayah tersebut dijalankan dalam waktu yang cukup lama. “Dalam kasus Pulau Berhala ini, sungguh menarik perhatian bahwa Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, terlihat sudah melaksanakan kewenangan pemerintahan atas pulau tersebut untuk waktu yang cukup lama. Antara lain telah memberikan pelayanan masyarakat selama bertahun-tahun, termasuk mengeluarkan sertifikat hak atas tanah dan lain-lain,” kata Djalal.

Selain itu, kata Djalal, telah mengurus hal-hal yang berkaitan dengan keamanan masyarakat, baik di darat maupun di laut, serta pelayanan lalu lintas laut dengan memelihara mercusuar di Pulau Berhala. Kemudian, telah melaksanakan pemilu secara sah dan tidak dibantah serta telah membuat aturan-aturan di pulau tersebut yang sampai kini masih berlaku. “Jika Pulau Berhala dianggap tidak termasuk Kabupaten Lingga atau Kepulauan Riau dalam tahun 1971 paling tidak, maka tentunya dapat diartikan bahwa pemilu yang dilaksanakan di pulau tersebut oleh Kepulauan Riau sejak tahun itu dapat dianggap tidak sah menurut hukum,” jelas Djalal.

Pemerintah Provinsi Jambi, lanjut Djalal, juga memasukkan Pulau Berhala ke dalam wilayah administratifnya. Namun Pemprov Jambi tidak banyak melaksanakan administrasi pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Menurut Djalal, klaim Provinsi Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur atas Pulau Berhala muncul setelah kunjungan para pejabat ke daerah tersebut sekitar 1980-an dan mulai memasang tanda-tanda kewenangannya. “Sepanjang yang saya tahu diprotes oleh Kabupaten Lingga, dan dengan demikian menunjukan bahwa Kabupaten Tanjung Jabung tidak melaksanakan administrasi pemerintahan yang efektif dan terus menerus dalam waktu yang cukup lama atas Pulau Berhala tersebut,” tandas Djalal.
           
Untuk diketahui, Uji materil (judicial review) UU Nomor 31 Tahun 2003 ini diajukan oleh H. Hasan Basri Agus (Gubernur Jambi), Effendi Hatta (Ketua DPRD Provinsi Jambi), Zumi Zola Zulkifli (Bupati Tanjung Jabung Timur), Romi Hariyanto (Ketua DPRD Kab. Tanjung Jabung Timur), Meiherrriansyah (Camat Sadu Kab. Tanjung Jabung Timur), Abidin (Kades Sungai Itik), Junaidi (Kadus Pulau Berhala), Kalik ( Ketua RT 13/Nelayan Desa Sungai Itik), H. Hasip Kalimuddin Syam (Ketua Lembaga Adat Melayu Jambi), Sayuti (Pensiunan PNS/Tokoh Masyarakat), R. Muhammad (Masyarakt Desa Nipah Panjang)

Para Pemohon mendalilkan, pembentukan Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), telah mengurangi luas wilayah Provinsi Jambi. Sebab, Pulau Berhala yang semula adalah wilayah Provinsi Jambi, dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga, Pulau Berhala menjadi wilayah Kabupaten Lingga.

Pasal 5 ayat (1) huruf c UU Nomor 31 Tahun 2003 menyatakan “Kabupaten Lingga mempunyai batas wilayah: Sebelah selatan berbatasan dengan laut Bangka dan Selat Berhala.” Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau menyatakan bahwa “Kabupaten Kepulauan Riau dalam undang-undang ini, tidak termasuk Pulau Berhala, karena Pulau Berhala termasuk di dalam wilayah administratif Provinsi Jambi sesuai dengan Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.” (Nur Rosihin Ana)

Selasa, 29 Mei 2012

Pemeriksaan Berakhir, Sengketa Pemilukada Kab. Dogiyai Tunggu Putusan

Pemeriksaan perkara sengketa pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua pasca digelarnya Pemungutan suara ulang (PSU) delapan kampung di Distrik Piyaiye, berakhir hari ini di persidangan Mahkamah Konstitusi, Selasa (29/5/2012) siang. Sidang berikutnya merupakan episode sangat menentukan, yaitu pengucapan putusan.

Sidang perkara 3/PHPU.D-X/2012 dan 4/PHPU.D-X/2012 yang masing-masing diajukan oleh pasangan calon bupati/wakil bupati Dogiyai yaitu pasangan Thomas Tigi-Herman Auwe dan pasangan Anthon Iyowau-Apapa Clara Gobay, dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva. Senada dengan persidangan Senin kemarin, persidangan kali ini juga diwarnai tanya jawab dari para pihak untuk mendalami atau mengonfirmasi keterangan para saksi.

Refly Harun selaku Kuasa hukum pasangan Thomas Tigi-Herman Auwe, memperdalam keterangan Kepala Distrik (Kadistrik) Piyaiye, Petrus Makai, mengenai tata-cara pengambilan kesepakatan adat seandainya kepala kampung tidak menghadiri kesepakatan. “Bisakah Anda jelaskan tata-cara pengambilan kesepakatan bila kepala kampung tidak hadir, karena (hal ini) kemarin dipermasalahkan. Apakah sekretaris kampung dapat menandatangani kesepakatan tersebut?” tanya Refly. “Apabila kepala kampung tidak sempat hadir, kalau memang sekretarisnya ada pada saat itu, yang berhak menandatangani adalah sekretaris,” jawab Petrus.

Hakim Konstitusi Muhammad Alim mempertajam keterangan Petrus pada persidangan sebelumnya ikhwal Distrik Piyaiye yang merupakan salah satu daerah pemekaran dari Distrik Mapia. Alim juga mempertajam keterangan Petrus ikhwal pasangan Thomas Tigi-Herman Auwe (no. urut 1) yang konon merupakan putera terbaik di Distrik Mapia. “Menurut Saudara (waktu itu), pasangan calon nomor urut 1 itu adalah putra terbaik dari Distrik Mapia, betul itu?” tanya Alim. “Betul, Yang Mulia,” jawab Petrus singkat.

Selanjutnya Petrus menjelaskan perbedaan perolehan suara dalam dua kali kesepakatan yang dicapai di Distrik Piyaiye, yaitu kesepakatan pada 9 Januari 2012 dan 26 Maret 2012. Pada kesepakatan pertama, peroleh pasangan Nomor urut 1 sebanya 7.350 suara, nomor urut 2 dengan 18 suara, dan nomor urut 3 sejumlah 21. “Versi (kesepakatan) tanggal 26 Maret, nomor urut 1 = 7.360, nomor urut 2 = 8, nomor urut 3 = 21,” papar Petrus.

Arnoldus Magai, anggota Panitia Pemilihan Distrik (PPD) Piyaiye, menjelaskan hasil rekapitulasi suara dari PPS delapan kampung yang diterima oleh PPD Piyaiye dengan jumlah DPT 7.389. Hasil rekap tingkat PPS (kampong), nomor urut 1 memperoleh 7.360 suara, nomor urut 2 sebanyak 8 suara, dan nomor urut 3 mendapat 21 suara. “Namun di dalamnya ada kekeliruan perhitungan baik tingkat PPS maupun KPPS,” papar Arnold. (Nur Rosihin Ana)

Senin, 28 Mei 2012

Tolak Mekanisme Pasar Harga Jual BBM, UU APBN-P 2012 Diuji

Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P 2012) khususnya Pasal 7 ayat (6) huruf a, memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga jual subsidi BBM kepada rakyat sesuai dengan mekanisme pasar. “Ini bertentangan dengan Putusan MK,” kata Andi Muhammad Asrun saat bertindak sebagai kuasa hukum Pemohon perkara 45/PUU-X/2012 dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (28/5/2012) siang.

Permohonan uji formil dan materiil UU APBN-P 2012 diajukan oleh M. Komarudin, Ketua Umum Federasi Ikatan Buruh Indonesia (FISBI) dan Muhammad Hafidz (perkara 45/PUU-X/2012) serta Ahmad Daryoko Presiden Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Kgs. Muhammad Irzan Zulpakar, Mukhtar Guntur Kilat dkk (perkara 46/PUU-X/2012). Persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Hamdan Zoelva dan Maria Farida Indrati.

Pada 31 Maret 2012 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Rancangan Perubahan UU APBN Tahun 2012 yang diajukan oleh Pemerintah, menjadi UU APBN Tahun 2012. Dengan diberlakukannya UU tersebut, terdapat tambahan pasal dan ayat, khususnya Pasal 7 ayat (6) huruf a yang menyatakan: “Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15% (limabelas perseratus) dari ICP yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya”.

Sejak awal pengajuan Rancangan Perubahan UU APBN 2012 pada akhir Februari 2012 hingga pembahasan RUU di DPR, telah muncul penolakan keras dari masyarakat buruh, mahasiswa, tani, nelayan, sopir, politisi, pengusaha, LSM, hingga ibu-ibu rumah tangga. Mereka beranggapan, kenaikan harga jual BBM kepada rakyat, berakibat naiknya harga berbagai kebutuhan, baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga jual BBM kepada rakyat. “Menurut kami, banyak kesalahannya dari segi istilah maupun substansinya. Sudah banyak yang mengajukan keberatan, baik dari publik, masyarakat umum, maupun dari fraksi-fraksi di DPR,” kata Andi M. Asrun.


Perspektif Filosofis Sosiologis, dan Yuridis

Pengujian konstitusionalitas Pasal 7 ayat (6) huruf a UU APBN-P Tahun 2012, lanjut Asrun, secara formal dilatarbelakangi alasan bahwa penyusunan pasal tersebut bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Asrun mengutip pendapat Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan, asas-asas hukum dan asas-asa pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik, merupakan conditio sine quanon bagi berhasilnya suatu peraturan perundang-undangan yang dapat diterima dan berlaku di seluruh masyarakat Indonesia, karena telah mendapat dukungan landasan filosofis, yuridis, dan sosilogis.

Dari Sudut filosofis, pembentukan peraturan perundang-undangan seharusnya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Reaksi penolakan yang datang dari berbagai elemen masyarakat terhadap Pasal 7 ayat (6) huruf a UU APBN-P Tahun 2012 merupakan indikasi hal tersebut tidak memenuhi syarat filosofis pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dari sudut sosiologis, peraturan perundang-undangan yang dibentuk haruslah diterima oleh masyarakat. Tetapi bercermin dari protes yang dilancarkan secara masif oleh berbagai elemen masyarakat, menjadi inkasi kuat pasal dalam UU tersebut tidak diterima masyarakat.

“Bercermin dari sudut sosiologis dan filosofis Pasal 7 ayat (6) huruf a Undang-Undang APBN-P Tahun 2012, dari perspektif sosilogis tidak dapat diterapkan oleh pemerintah,” dalil Asrun.

Kemudian, dari pengujian formil, ketentuan Pasal 7 ayat (6) huruf a UU APBN-P 2012 telah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi. MK dalam putusan Nomor 2/PUU-I/2003 membatalkan ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945, akibat menyerahkan harga minyak untuk ditentukan oleh mekanisme pasar bebas.

“Pasal 7 ayat (6) huruf a UU APBN-P Tahun 2012, secara materiil bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) UUD 1945,” tandas Asrun. (Nur Rosihin Ana)

Sengketa Pilukada Kab. Dogiyai: Kesepakatan Adat Distrik Piyaiye Dibuat Tertulis

Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua belum juga reda, kendati Pemungutan suara ulang (PSU) di delapan kampung di Distrik Piyaiye telah digelar pada 2 April 2012 lalu. Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Senin (28/5/2012) kembali menggelar persidangan perselisihan hasil Pemilukada Dogiyai yang diajukan dua pasangan calon bupati/wakil bupati Dogiyai, yaitu Thomas Tigi-Herman Auwe (perkara 3/PHPU.D-X/2012) dan Anthon Iyowau-Apapa Clara Gobay (4/PHPU.D-X/2012). Persidangan dengan agenda Pembuktian, dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva.

Refly Harun selaku kuasa hukum pasangan Thomas Tigi-Herman Auwe, mengajukan pertanyaan kepada Pelipus Makai, saksi dari Pihak Terkait yang telah memberikan keterangan pada persidangan sebelumnya. Pertanyaan Refly mengenai adanya kesepakatan di Distrik Piyaiye pada 26 Maret 2012. “Yang ingin kami tanyakan adalah bagaimana kesepakatan itu dibuat atau diambil,” tanya Refli, sembari menimpali pertanyaan mengenai apakah kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis.

Pelipus Makai dalam jawabannya dengan bahasa daerah menyatakan kesepakatan masyarakat delapan kampung di Distrik Piyaiye diadakan dua kali yaitu pada 9 Januari 2012 dan 26 Maret 2012. Pada kesepakatan 26 Maret 2012, 8 orang memilih Anthon Iyowau-Apapa Clara Gobay (No. Urut 2), 21 orang memilih Natalis Degel-Esau Magay (No. Urut 3), kemudian Thomas Tigi-Herman Auwe (No. Urut 1) dipilih 7.360 orang. “Kesepakatan itu mereka buat dalam pernyataan kesepakatan bersama secara tertulis,” kata Didimus Mote, saat menerjemahkan keterangan Pelipus Makai.

Pertanyaan terakhir Refly kepada Pelipus Makai tata-cara pengambilan kesepakatan berdasarkan adat-istiadat Piyaiye. Menurut penuturan Pelipus, masyarakat Distrik Piyaiye secara turun-temurun mengenal pemilu, baik pemilihan presiden, gubernur, DPR, maupun bupati. “Tradisi dan kebiasan yang dilakukan yaitu melalui kesepakatan. Dalam pemilukada kali ini juga, hal yang sama mereka lakukan, yaitu kesepakatan bersama,” kata Didimus menerjemahkan keterangan Pelipus Makai. (Nur Rosihin Ana)

Jumat, 25 Mei 2012

Mendambakan Keadilan Substantif dalam Uji Materi UU Tipikor

Pengujian Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang diajukan oleh Herlina Koibur, kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jum’at (25/5/2012) pagi. Persidangan perkara 39/PUU-X/2012 mengenai pengujian UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 2 ayat (1), beragendakan Perbaikan Permohonan.

Habel Rumbiak, selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan perbaikan permohonan di hadapan Panel Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi dan Anwar Usman. Habel menegaskan bahwa permohonan yang diajukan kliennya berbeda dengan uji materi UU Tipikor yang pernah diajukan ke MK oleh Dawud Djatmiko, yaitu perkara Nomor 003/PUU-IV/2006 yang diputus oleh MK pada 25 Juli 2006 dengan amar putusan “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian”. “Permohonan uji materiil yang kami ajukan kali ini terhadap frasa ‘pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun’, berbeda dengan permohonan uji materiil yang pernah diajukan sebelumnya,” kata Habel.

Perbedaannya, lanjut Habel, adalah bahwa pada permohonan sebelumnya, Pemohon Dawud Djatmiko mempersoalkan tentang kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" pada rumusan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. “Sedangkan permohonan uji materiil kami kali ini adalah berkenan dengan rumusan limitatif atau ketentuan minimal pidana penjara, sebagaimana dimaksud pada frasa ‘pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun’ pada Pasal 2 ayat (1), tanpa mempersoalkan apakah telah atau apakah tidak merugikan keuangan negara,” lanjutnya.

Perubahan permohonan lainnya yaitu uraian mengenai frasa ‘pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun’ yang diberlakukan secara merata. Hal ini mengandung makna seolah-olah rumusan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menganut prinsip keadilan distributif tanpa mempertimbangkan kualitas dan proporsi perbuatan seseorang dalam suatu tindak pidana. Itulah sebabnya yang kami tonjolkan di sini adalah bahwa keadilan yang kami mohonkan adalah keadilan yang sifatnya substantif, bukan distributif,” papar Habel.

Kemudian, perubahan pada tuntutan permohonan (petitum). Menurut Habel, frasa “pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun” dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Oleh karena itu, kami mohon kepada Mahkamah agar menerima permohonan ini dan menyatakan bahwa frasa ‘pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun’ pada rumusan Pasal 2 undang-undang tindak pidana korupsi ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” pinta Habel.

Untuk diketahui, Herlina Koibur adalah terpidana tindak pidana korupsi dengan ancaman penjara 4 tahun dan denda sebesar 200 juta rupiah. Apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Herlina divonis Pengadilan Negeri Biak dengan hukuman tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yang menyatakan: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Selanjutnya, Herlina mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura. Herlina dijatuhi hukuman lebih ringan yaitu pidana penjara 2 tahun dan denda sebesar 200 juta. Alasan ancaman pidana 2 tahun lebih ringan dikarenakan Herlina telah ditunjuk oleh Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Supiori sebagai pelaksana kegiatan pengembangan produksi perikanan, pengembangan budidaya teripang, pelatihan pengolahan teripang dan peningkatan sumber daya nelayan. Namun dalam perjalanan pelaksanaan pekerjaan ini, Herlina tidak dilibatkan secara langsung. Sedangkan uang 3 juta yang diterima Herlina dari terdakwa lain, merupakan fee setelah pekerjaan pengadaan speedboad selesai dilaksanakan. (Nur Rosihin Ana)

Kamis, 24 Mei 2012

Sengketa Pilukada Dogiyai: Kesaksian Kepala Kampung Pasca PSU Distrik Piyaiye

Pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan umum kepala daerah (pilukada) Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua di delapan kampung di Distrik Piyaiye yang digelar pada 2 April 2012, masih menyisakan sengketa. Pasca PSU, dua pasangan calon bupati/wakil bupati Dogiyai, yaitu Thomas Tigi-Herman Auwe (No. Urut 1) dan Anthon Iyowau-Apapa Clara Gobay (No. Urut 2) kembali mengadu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva, pada Kamis (24/5/2012) pagi, kembali menggelar sidang perselisihan hasil pilukada Dogiyai untuk perkara 3/PHPU.D-X/2012 dan 4/PHPU.D-X/2012. Persidangan kali ke delapan atau kali kedua pasca PSU ini beragendakan pembuktian. Sebelumnya, pada Rabu kemarin, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dogiyai dan Panwas melaporkan pelaksanaan PSU di Distrik Piyaiye dalam persidangan MK.

Martinus Makai, salah seorang saksi untuk pasangan Natalis Degel-Esau Magay (Pihak Terkait) menjelaskan pelaksanaan PSU di Distrik Piyaiye. Pada 26 Maret 2012, Martinus bersama petugas KPPS, PPS dan warga masyarakat Kampung Kegata mengecek distribusi logistik pilukada. Hingga pada 27 Maret 2012, ternyata logistik belum didistribusikan. Padahal berdasarkan penetapan KPU Dogiyai, PSU dilaksanakan 27 Maret 2012. “Pagi itu, helikopter muncul untuk mengecek apakah memang PSU itu dilakukan atau tidak. Di dalamnya (helikopter) itu KPU Provinsi Pak Cipto (Cipto Wibowo) yang datang untuk melakukan supervisi. Kemudian, saat dia mau mendarat di Apogomakida, ibukota distrik, ternyata di bawah ada pemalangan, kemudian ada pelemparan ke helikopter. Apa sebab, kami belum ketahui,” terang Martinus.

Akibat kejadian tersebut, helikopter yang membawa anggota KPU Provinsi Papua bergerak kembali dan mendarat di kampung Kegata. Setelah menunggu kepastian pelaksanaan PSU di Distrik Piyaiye, pada pukul 15.00 WIT Martinus mendengar informasi bahwa PSU Distrik Piyaiye ditunda pada 2 April 2012. “Setelah kami dengar informasi itu, kami kirim berita ke Kampung Ukagu, Ideduwa, Yegeiyepa, untuk segera merapat ke Kampung Kegata,” lanjut Martinus.

Kesaksian Kepala Kampung

Donatus Magai, kepala Kampung Ukagu saat bertindak sebagai saksi Pihak Terkait menerangkan mengenai kesepakatan Kampung Ukagu pada 1 April 2012. Hasil kesepakatan, kata Donatus dengan bahasa daerah yang telah dialihbahasakan oleh penerjemah, dari dua TPS yang ada di Kampung Ukagu, perolehan masing-masing pasangan yaitu, Thomas Tigi-Herman Auwe (No. Urut 1) mendapatkan 115 suara, Anthon Iyowau-Apapa Clara Gobay (No. Urut 2) mendapatkan 110 suara, dan Natalis Degel-Esau Magay (No. Urut 3) mendapatkan 616 suara.  

Yohanes Kegou, kepala Kampung Kegata, dalam kesaksiannya menerangkan kesepakatan Kampung Kegata pada 1 April 2012. Menurut penuturannya, terdapat dua TPS di Kampung Kegata dengan jumlah 814. “Nomor urut 1 Thomas Tigi mendapat 400 suara, nomor urut 2 Anthon Iyowau mendapat 14 suara, nomor urut 3 Natalis Degel mendapat 400 suara,” terang Yohanes.

Kepala Kampung Yegeiyepa yang bernama sama dengan Kepala Kampung Kegata, Yohanes Kegou, dalam keterangannya dengan bahasa daerah dibantu seorang penerjemah menerangkan kesepakatan kampung Yegeiyepa. Hasil kesepakatan, pasangan nomor urut 1 mendapat 25 suara, nomor urut 2 mendapat 22 suara, dan nomor urut 3 mendapat 1.068 suara.

Untuk diketahui, MK pada pada Jum’at (17/2/20012) lalu mengeluarkan putusan mengenai perselisihan pilukada Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua. Dalam amar putusan perkara 3/PHPU.D-X/2012, Mahkamah memerintahkan KPU Dogiyai melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di delapan kampung di Distrik Piyaiye, yaitu Kampung Apogomakida, Deneiode, Yegeiyepa, Ideduwa, Kegata, Egipa, Ukagu, dan Kampung Tibaugi, dengan mengikutsertakan tiga pasangan calon yaitu: Thomas Tigi-Herman Auwe, Anthon lyowau-Apapa Clara Gobay, dan pasangan Natalis Degel-Esau Magay. Sedangkan metode pemilihan dalam PSU tersebut harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang dikehendaki oleh masyarakat masing-masing kampung di Distrik Piyaiye untuk menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional yang masih berlaku di masyarakat setempat. (Nur Rosihin Ana)

Rabu, 23 Mei 2012

KIP Kabupaten Gayo Lues Anggap Permohonan Irmawan-Yudi Kabur

Permohonan yang diajukan oleh Irmawan-Yudi Chandra Irawan, tidak dapat dikualifikasi sebagai perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh. Sebab, ketentuan Pasal 75 huruf a UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 menegaskan bahwa permohonan yang diajukan Pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut Pemohon.

“Pemohon tidak menguraikan dengan jelas dan rinci kesalahan penghitungan suara yang telah ditetapkan oleh Termohon begitu juga hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon,” kata Imran Mahfudi, kuasa hukum Komisi Pemilihan Independen (KIP) Gayo Lues, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (23/5/2012) siang. Persidangan perkara 36/PHPU.D-X/2012 dengan agenda mendengarkan jawaban KIP Gayo Lues, keterangan Pihak Terkait, dan Pembuktian, dilaksanakan oleh Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD (Ketua Panel) didampingi Anwar Usman dan Maria Farida Indrati.

Selain itu, KIP Gayo Lues menganggap permohonan Irmawan-Yudi sangat kabur karena semata berdasarkan asumsi. Sebab di samping tidak merinci secara jelas kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon, dan tidak menjelaskan hasil penghitungan suara yang benar, Irmawan-Yudi juga tidak merinci secara jelas bentuk konkrit pelanggaran yang telah dilakukan oleh KIP Gayo Lues, baik mengenai waktu maupun tempat terjadinya pelanggaran.

Berkaitan dengan dugaan pelanggaran sebagaimana didalilkan oleh Irmawan-Yudi, hal tersebut menurut KIP Gayo Lues bukan termasuk kategori pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan massif. “Menurut hemat Termohon dari beberapa uraian pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon yang juga belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya, tidak masuk dalam kategori pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan massif,” tegas Imran.

KIP Gayo Lues dengan tegas menyatakan melakukan serangkaian tahapan dan program Pemilukada Gayo Lues dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah sesuai dengan prinsip dan asas penyelenggaraan pemilihan umum. KIP Gayo Lues juga membantah dalil mengenai keberpihakannya kepada salah satu pasangan calon. Memperkuat hal ini, KIP Gayo Lues menunjukkan bukti mengenai yang tidak adanya keberatan saksi pasangan calon terhadap rekapitulasi perhitungan suara pada tingkat kecamatan pada seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Gayo Lues (bukti T-4 sampai dengan T-14).

Selanjutnya, KIP Gayo Lues membantah dalil Pemohon yang menyatakan penetapan pasangan Ibnu Hasyim-Adam (nomor urut 3) tidak sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Pasal 67 ayat (2) huruf i juncto Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2012. Pasal 22 huruf k Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2012 pada intinya mengatur tentang syarat calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, serta walikota/wakil walikota yang salah satunya adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. “Terkait dengan syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela tersebut, tidak diatur secara lebih rinci mengenai perbuatan apa saja yang masuk dalam kategori perbuatan tercela serta mekanisme pembuktian pemenuhan syarat tersebut,” bantah Imran.

Oleh karena itu, KIP Gayo Lues dalam petitum-nya meminta Mahkamah agar menerima eksepsinya. Kemudian menyatakan permohonan Irmawan-Yudi Chandra Irawan tidak dapat diterima. Sedangkan dalam pokok perkara, memohon Mahkamah menerima dan mengabulkan seluruh jawaban KIP Gayo Lues. Menolak untuk seluruhnya permohonan Irmawan-Yudi Chandra Irawan. “Menyatakan sah demi hukum serta menguatkan surat keputusan KIP Kabupaten Gayo Lues Nomor 270/0505/KIP/2012 tanggal 03 Mei 2012 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Terpilih, Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Gayo Lues Tahun 2012,” pinta KIP Gayo Lues melalui kuasa hukumnya, Imran Mahfudi. (Nur Rosihin Ana)

Rabu, 16 Mei 2012

MK Kabulkan Pencabutan Permohonan Uji Materi UU Kesehatan

Mahkamah Konstitusi menyatakan mengabulkan pencabutan permohonan pengujian materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pengujian  konstitusionalitas Pasal 115 ayat (1) beserta Penjelasannya dalam UU Kesehatan ini diajukan oleh Muhidin Sapdiana, A. Zulvan Kurniawan dkk.

“Menetapkan, menyatakan: Mengabulkan pencabutan permohonan para Pemohon,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD dalam persidangan Pengucapan Ketetapan Nomor 86/PUU-IX/2011 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/5/2012) siang.

Uji materi UU Kesehatan yang telah diregistrasi oleh Kepaniteraan MK dengan Nomor 86/PUU-IX/2011 tersebut telah diproses lebih lanjut oleh MK, yaitu MK telah menerbitkan Ketetapan Ketua MK Nomor 645/TAP.MK/2011 tentang Pembentukan Panel Hakim untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan Nomor 86/PUU-IX/2011, bertanggal 8 Desember 2011. Kemudian menerbitkan Ketetapan Ketua Panel Hakim MK Nomor 647/TAP.MK/2011 tentang Penetapan Hari Sidang Pertama untuk pemeriksaan pendahuluan, bertanggal 21 Desember 2011.

Namun, pada 9 Mei 2012, Kepaniteraan MK menerima surat dari para Pemohon. Intinya, para Pemohon mengajukan pencabutan permohonan Nomor 86/PUU-IX/2011. Selanjutnya, Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Selasa, 15 Mei 2012 menetapkan pencabutan permohonan dengan registrasi Nomor 86/PUU-IX/2011 beralasan menurut hukum. Oleh karena itu pencabutan tersebut dapat dikabulkan. (Nur Rosihin Ana)

Pemilukada Ala Masyarakat Adat Deiyai

Sumber daya manusia penyelenggara dan peserta pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) di Papua, sangat diragukan dari sisi kredibilitas, moralitas dan konsistensinya. Kompetensi dalam memahami peraturan, petunjuk tertulis, petunjuk pelaksanaan, maupun kode etik terkait pemilihan umum juga sangat diragukan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pelaksanaan Pemilukada di Papua masih belum dilaksanakan secara prosedural, karena adanya kecenderungan hukum nasional tidak berlaku di Papua.

Kecenderungan hukum nasional tidak berlaku di Papua karena ada wilayah-wilayah tertentu yang masih blank spot. Kemudian, penyelenggara pemilukada lebih mengedepankan penyelesaian persoalan dengan cara adat-istiadat.  Selain itu, penyelenggara mengedepankan sikap akomodatif terhadap para pasangan calon. “Oleh karena itu tidak mengherankan (Pemilukada) di Papua kalau muncul calonnya bisa sampai 13, bisa sampai 15.”

Demikian disampaikan Natalis Pigai dalam kapasitasnya sebagai Ahli yang dihadirkan pasangan Dance Takimai-Agustinus Pigome (Pihak Terkait II), di hadapan sidang panel Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/5/2012) pagi. Persidangan lanjutan kali kelima untuk perkara 29/PHPU.D-X/2012, 30/PHPU.D-X/2012, 31/PHPU.D-X/2012, 32/PHPU.D-X/2012, dan 33/PHPU.D-X/2012 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Deiyai Provinsi Papua Tahun 2012, beragendakan pembuktian.

Sementara itu, Royke Turang, seorang saksi yang dihadirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua, menerangkan dukungan resmi Partai Pemuda Indonesia (PPI) ditujukan kepada pasangan Nathalis Edoway-Mesak Pakage sebagai calon bupati dan wakil bupati Deiyai nomor urut 6. Kendati demikian, salah satu bakal calon mengklaim mendapat dukungan dari PPI. “Salah seorang bakal calon mengklaim bahwa dukungan PPI kepada yang bersangkutan. Saya perlu jelaskan bahwa mekanisme di Partai Pemuda Indonesia adalah dukungan diharuskan dimulai dari tingkatan DPC, DPD, dan DPP,” kata Royke.

Saksi KPU Deiyai lainnya, Daniel Pinibo, Kepala Suku Mee, dalam dalam kesaksiannya menyatakan, sebelum penyelenggaraan kampanye, diadakan kesepakatan yang dihadiri kepala suku, masyarakat, dan para kandidat. Inti kesepakatan mengenai pemilukada yang damai, dan semua kandidat siap kalah-menang.

“Siapa-siapa yang hadir dalam kesepakatan itu?” tanya Ketua Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar. “Semua masyarakat dan kepala suku dan semua kandidat. Semua hadir,” jawab Daniel Pinibo.
  
Ketua PPD Distrik Tigie, Robi Edowai, menerangkan di Distrik Tigie terdapat 23 TPS dengan jumlah pemilih 11.618, 21 suara tidak sah, dan 11. 597 suara sah. Sedangkan sisa surat suara dibakar berdasarkan kesepakatan. “Sesuai kesepakatan tim sukses, KPU, semua sepakat (sisa surat suara) lalu dibakar,” terang Robi.

Sementara itu, Yunias Edowai, Anggota DPRD Kabupaten Deiyai, dalam kapastitasnya sebagai saksi pasangan Nathalis Edoway-Mesak Pakage (Pihak Terkait I) memperkuat keterangan Royke Turang tersebut di atas, yaitu mengenai dukungan PPI kepada pasangan Nathalis Edoway-Mesak Pakage.

Paulus Tobay, Ketua DPC Partai Indonesia Sejahtera, dalam kesaksiannya menegaskan dukungan PIS untuk pasangan Dance Takimai-Agustinus Pigome (nomor urut 1) yang bertindak sebagai Pihak Terkait II dalam perselisihan hasil Pemilukada Deiyai di MK ini. “Jadi, Saudara ingin mengatakan bahwa Partai PIS ini tidak pernah mendukung yang lain kecuali Pasangan Calon Nomor 1?” tanya M. Akil Mochtar. Betul, Yang Mulia,” jawab Paulus Tobay.

Untuk diketahui, perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua ini diajukan diajukan pasangan calon dan bakal calon bupati/wakil bupati Deiyai periode 2012-2017. Mereka yaitu pasangan bakal calon Amos Edoway-Daud Pekei (perkara 29/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Januarius L. Dou-Linus Doo (perkara 30/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Klemen Ukago-Manfred Mote (perkara 31/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Yohanis Pigome-Yohanis Jhon Dogopial (perkara 32/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Marthen Ukago-Amision Mote, Manase Kotouki-Athen Pigai, dan Yan Giyai-Yakonias Adii (perkara 33/PHPU.D-X/2012). (Nur Rosihin Ana)

Selasa, 15 Mei 2012

Putu Artha: Jangan Tetapkan Pasangan Calon Bupati Deiyai Sebelum Diverifikasi KPU Papua

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2007-2012, I Gusti Putu Artha, dalam kesaksiannya saat menjadi menjadi koordinator wilayah (korwil) Papua menyatakan beberapa kali telah berpesan kepada KPU Deiyai agar tidak menetapkan pasangan calon sebelum diverifikasi KPU Provinsi Papua dan Korwil Papua. “Berkali-kali saya sudah katakan, jangan pernah menetapkan pasangan calon kalau belum diverifikasi oleh KPU provinsi dan korwil untuk menghindari salah hitung dan salah menetapkan legalitas partai.”

I Gusti Putu Artha menyampaikan keterangan tersebut dalam kapasitasnya sebagai saksi Pemohon perkara 31/PHPU.D-X/2012 di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (15/5/2012) siang. Persidangan lanjutan kali keempat untuk perkara 29/PHPU.D-X/2012, 30/PHPU.D-X/2012, 31/PHPU.D-X/2012, 32/PHPU.D-X/2012, dan 33/PHPU.D-X/2012 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Deiyai Tahun 2012, beragendakan pembuktian.

I Gusti Putu Artha di hadapan Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva, lebih lanjut menyatakan telah mengingatkan KPU Deiyai mengenai pengalaman penyelenggaraan Pemilukada yang mengalami masalah dalam hal pencalonan yang kemudian menjadi sengketa di MK, kemuingkinan besar MK akan memutuskan Pemilukada ulang. “Amat besar kemungkinan jika dipaksakan, Pemilukada Deiyai akan diulang dari tahap pencalonan oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Putu mengulang pesan yang pernah disampaikannya kepada KPU Deiyai.

Putu mengungkapkan kekecewaannya dengan beberapa kasus di Papua. Hal ini terjadi karena KPU Provinsi Papua karena tidak mengawal KPU Kabupaten/Kota, sehingga mereka harus datang ke Jakarta untuk berkonsultasi. Putu dengan tegas mengklarifikasi beredarnya surat mengenai 13 pasangan calon peserta Pemilukada Deiyai yang ditandatangan oleh Ketua KPU periode 2007-2012, Abdul Hafiz Anshari. “KPU tidak pernah mengeluarkan satu lembar surat pun soal kasus Deiyai bahwa 13 pasangan calon atau beberapa pasangan calon yang memenuhi syarat,” tandas I Gusti Putu Artha yang berakhir masa jabatannya sebagai Komisioner KPU pada 12 April 2012.

Dukungan Parpol

Sidang Pleno MK juga mendengar kesaksian mengenai dukungan partai politik (parpol) pengusung pasangan calon. Ahyat Alfida’i, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) saat didaulat sebagai saksi Pemohon perkara 33/PHPU.D-X/2012 dalam keterangannya menyatakan, dalam Pemilukada Deiyai Tahun 2012, PKNU mendukung pasangan Manase Kotouki-Athen Pigai.

“Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Nasional Ulama melalui Surat Nomor A-029/DPP03/VI/2011, tertanggal 6 Juni 2011, secara bulat merekomendasikan dan mendukung Saudara Drs. Manase Kotouki, M.A. sebagai calon bupati dan Saudara Athen Pigai sebagai calon wakil bupati,” tandas Ahyat.

Kemudian Nita Sanjayati, Bendahara Umum DPP Partai Barisan Nasional (Barnas), dalam keterangannya menyatakan dukungan Partai Barnas kepada pasangan Yan Giyai-Yakonias Adii. “Memberikan dukungan kepada Saudara Yan Giyai, S.Sos., M.T., sebagai Calon Bupati Kepala Daerah Kabupaten Deiyai Periode 2012-2017 dan Saudara Yakonias Adii sebagai Calon Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten Deiyai,” tegas Nita.

Untuk diketahui, perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua ini diajukan diajukan pasangan calon dan bakal calon bupati/wakil bupati Deiyai periode 2012-2017. Mereka yaitu pasangan bakal calon Amos Edoway-Daud Pekei (perkara 29/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Januarius L. Dou-Linus Doo (perkara 30/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Klemen Ukago-Manfred Mote (perkara 31/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Yohanis Pigome-Yohanis Jhon Dogopial (perkara 32/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Marthen Ukago-Amision Mote, Manase Kotouki-Athen Pigai, dan Yan Giyai-Yakonias Adii (perkara 33/PHPU.D-X/2012). (Nur Rosihin Ana)

Senin, 14 Mei 2012

Pemilukada Aceh Barat Daya: Mahkamah Tolak Pasangan Akmal Ibrahim-Lukman

Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) Provinsi Aceh yang diajukan pasangan Akmal Ibrahim-Lukman diputus hari ini, Senin (14/5/2012) sore di Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah dalam amar putusannya menyatakan menolak seluruh permohonan pasangan Akmal Ibrahim-Lukman.

“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Achmad Sodiki saat membacakan putusan Nomor 23/PHPU.D-X/2012 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2012.

Mahkamah berpendapat, materi permohonan Akmal Ibrahim-Lukman tidak terkait dengan kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Abdya selaku Termohon, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b PMK 15/2008, sehingga Mahkamah hanya menilai dan mempertimbangkan dalil-dalil permohonan Akmal Ibrahim-Lukman terkait dengan pelanggaran Pemilukada yang menurut Akmal Ibrahim-Lukman bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sehingga mempengaruhi hasil perolehan suara.

Mahkamah setelah memeriksa dan mencermati secara saksama dalil Akmal Ibrahim-Lukman dan bantahan KIP Abdya selaku Termohon, serta bukti-bukti yang diajukan di persidangan, menurut Mahkamah, saat tahapan Pemilukada Abdya Tahun 2012, KIP Abdya telah menyusun dan menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Dari rangkaian fakta yang terungkap di persidangan tidak ada satu bukti pun yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa Termohon menyusun DPT untuk kepentingan salah satu pasangan calon. Lagipula tidak dapat dibuktikan secara hukum bahwa Termohon melakukan pelanggaran dalam penyusunan DPT secara terstruktur, sistematis, dan masif yang menguntungkan salah satu pasangan calon,” kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva membackan Pendapat Mahkamah.

Kemudian dalil Akmal Ibrahim-Lukman mengenai adanya intimidasi, tekanan dan ancaman yang dilakukan oleh tim sukses salah satu pasangan calon kepada pendukungnya. Setelah Mahkamah melakukan pemeriksaan, hal tersebut tidak terbukti dilakukan dengan kerja sama secara sistematis antara pelaku kekerasan dengan KIP Abdya, salah satu pasangan calon, maupun aparat penegak hukum, baik dalam bentuk aktif maupun pasif berupa pembiaran. Akmal Ibrahim-Lukman dalam persidangan sama sekali tidak dapat membuktikan bahwa Tim Sukses salah satu pasangan calon menggerakkan atau memerintahkan secara terstruktur untuk mempengaruhi pemilih dengan tindakan intimidasi ataupun teror untuk memilih pasangan M. Fakhruddin-H. Tgk. T.Burhanuddin Sampe selaku Pihak Terkait.

Menurut Mahkamah, dalil-dalil permohonan Pemohon tidak terbukti menurut hukum. Pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan Pemohon, kalaupun ada, tidak bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, melainkan hanya bersifat sporadis. Meskipun begitu, pelanggaran-pelanggaran yang tidak dapat mengubah hasil Pemilukada tersebut masih dapat ditindaklanjuti melalui proses pidana di peradilan umum,” lanjut Hamdan.

Kabulkan Pencabutan Permohonan

Mahkamah usai membacakan putusan perkara yang diajukan pasangan Akmal Ibrahim-Lukman di atas, secara berturut-turut membacakan Ketetapan Nomor 24/PHPU.D-X/2012 mengenai sengketa Pemilukada Abdya yang diajukan oleh pasangan calon H. Sulaiman Adami-Afdhal Jihad. Pada persidangan di MK, 2 Mei 2012, pasangan Sulaiman Adami-Afdhal Jihad secara lisan menyatakan mencabut permohonannya. Kemudian pada 8 Mei 2012 Sulaiman Adami-Afdhal Jihad menyerahkan surat bertanggal 1 Mei 2012 yang ditandatangani oleh kuasa hukum Sulaiman Adami-Afdhal Jihad  yang intinya berisi pencabutan permohonan.

Mahkamah dalam ketetapannya menyatakan mengabulkan pencabutan permohonan Sulaiman Adami-Afdhal Jihad. Menyatakan Sulaiman Adami-Afdhal Jihad  tidak dapat mengajukan kembali permohonan perselisihan hasil Pemilukada Abya Tahun 2012. (Nur Rosihin Ana)



Jumat, 11 Mei 2012

Hukuman Tak Proporsional, Terpidana Korupsi Ujikan UU Tipikor

Seseorang yang terbukti berperan aktif melakukan suatu tindak pidana korupsi, wajib hukumnya untuk dihukum minimal 4 tahun penjara. Sedangkan bagi seseorang yang terbukti melakukan suatu tindak pidana, tetapi kualitas perbuatan dia tidak dalam posisi berperan aktif, maka tidak selayaknya dia dijatuhi pidana 4 tahun penjara.

“Setidaknya tidak dijatuhkan pidana 4 tahun, tetapi di bawah 4 tahun,” kata kuasa hukum Pemohon, Habel Rumbiak, di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Jum’at (11/5/2012) pagi. Sidang perkara 39/PUU-X/2012 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UUU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 2 ayat (1), diajukan oleh Herlina Koibur.

Herlina Koibur merupakan terpidana tindak pidana korupsi dengan ancaman penjara 4 tahun dan denda sebesar 200 juta rupiah. Apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Herlina divonis Pengadilan Negeri Biak dengan hukuman tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yang menyatakan: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Selanjutnya, Herlina mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura. Herlina dijatuhi hukuman lebih ringan yaitu diancam dengan pidana penjara 2 tahun dan denda sebesar 200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. Alasan ancaman pidana 2 tahun lebih ringan dikarenakan Herlina telah ditunjuk oleh Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Supiori sebagai pelaksana kegiatan pengembangan produksi perikanan, pengembangan budidaya teripang, pelatihan pengolahan teripang dan peningkatan sumber daya nelayan. Namun dalam perjalanan pelaksanaan pekerjaan ini, Herlina tidak dilibatkan secara langsung. Sedangkan uang 3 juta yang diterima Herlina dari terdakwa lain, merupakan fee setelah pekerjaan pengadaan speedboad selesai dilaksanakan.

Menurut Habel Rumbiak, kuasa hukum Herlina, ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yang dijatuhkan kepada Herlina tidak proporsional dengan proporsi peran Herlina dalam perkara tindak pidana korupsi ini. Herlina tidak keberatan menjalani selama hukuman yang diterima proporsional dengan peran atau perbuatan yang dilakukannya. Herlina berharap mendapatkan keadilan yang substanstif. Artinya, sekalipun Pemohon memang harus dihukum, setidak-tidaknya dihukum dengan proporsi hukum yang adil,” kata Habel Rumbiak mendalilkan.

Melalui Habel Rumbiak, Herlina meminta kepada Mahkamah (petitum) mengabulkan permohonan. Menyatakan frasa “pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun” pada Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor adalah konstitusional bersyarat (conditionally constitutional). Artinya konstitutional sepanjang dilaksanakan sebagai berikut: a. Bagi seseorang yang didakwa dan terbukti secara aktif melakukan tindak pidana yang dituduhkan dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, layak dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun penjara; b. Bagi seseorang yang didakwa dan terbukti secara aktif melakukan tindak pidana yang dituduhkan dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, dapat dipidana penjara di bawah 4 tahun.

Sidang uji materi UU Tipikor ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Anwar Usman. Hamdan Zoelva menyarankan Pemohon membaca permohonan dan putusan uji materi UU Tipikor yang pernah diajukan ke MK. “Sehingga Saudara bisa memperoleh  gambaran apa saja yang sudah pernah diuji, lalu bagaimana putusan Mahkamah,” nasihat Hamdan.

Selain itu, lanjut Hamdan, menurut ketentuan dalam Pasal 60 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MAHKAMAH KONSTITUSI dinyatakan, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali. “Kecuali ada argumentasi-argumentasi yang secara konstitusional dapat dikategorikan lain dari batu uji yang pernah dipergunakan,” lanjut hamdan menasihati.

Anggota Panel Hakim Konstitusi Anwar Usman menyarankan Pemohon lebih mengelaborasi kerugian konstitusional akibat berlakunya pasal yang diujikan, dan bukan karena adanya putusan Mahkamah Agung. “Yang saya baca, Pemohon lebih menekankan pada putusan Mahkamah Agung yang merugikan Pemohon,” nasihat Anwar Usman. (Nur Rosihin Ana).

Kamis, 10 Mei 2012

Pemilukada Kabupaten Deiyai Cacat Hukum

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Deiyai tahun 2012 cacat hukum karena dalam penyelenggaraannya melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, dapat dilakukan pemilukada ulang sesuai perintah putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, agar tidak menciderai prinsip-prinsip nomokrasi (kedaulatan hukum) dan prinsip-prinsip demokrasi kedaulatan rakyat serta hak konstitusional warga negara untuk dipilih yang telah dijamin tegas dalam UUD 1945.

Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Agus Surono selaku ahli yang dihadirkan oleh pasangan Yohanis Pigome-Yohanis Jhon Dogopial dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (10/5/2012) siang. Persidangan kali ketiga untuk perkara 29/PHPU.D-X/2012, 30/PHPU.D-X/2012, 31/PHPU.D-X/2012, 32/PHPU.D-X/2012, dan 33/PHPU.D-X/2012, mengagendakan mendengarkan keterangan ahli dan saksi.

Di hadapan Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Muhammad Alim dan Hamdan Zoleva, Agus Surono menyatakan, Surat Keputusan (SK) KPU Deiyai Nomor 02 Tahun 2012 tertanggal 5 Maret 2012 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Deiyai, tidak mendasarkan  pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Deiyai selaku pejabat tata usaha negara adalah pelaksana undang-undang termasuk juga melaksanakan seluruh amar putusan. “Seharusnya ia melaksanakan keputusan itu secara konsisten,” papar Agus.

Tindakan KPU Deiyai menerbitkan SK Nomor 02 Tahun 2012 tersebut merupakan tindakan di luar kewenangan (ultra vires). Sehingga apapun bentuk hukum atas tindakan tersebut sama sekali tidak memiliki legal binding. “Oleh karenanya batal demi hukum,” lanjutnya.

Untuk diketahui, perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua ini diajukan diajukan pasangan calon dan bakal calon bupati/wakil bupati Deiyai periode 2012-2017. Mereka yaitu pasangan bakal calon Amos Edoway-Daud Pekei (perkara 29/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Januarius L. Dou-Linus Doo (perkara 30/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Klemen Ukago-Manfred Mote (perkara 31/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Yohanis Pigome-Yohanis Jhon Dogopial (perkara 32/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Marthen Ukago-Amision Mote, Manase Kotouki-Athen Pigai, dan Yan Giyai-Yakonias (perkara 33/PHPU.D-X/2012). (Nur Rosihin Ana)

Rabu, 09 Mei 2012

Intimidasi, Keterlibatan PNS, dan Politik Uang Pemilukada Kab Aceh Barat

Saksi yang diajukan delapan pasangan calon bupati/wakil bupati Aceh Barat, Provinsi Aceh, kembali diperiksa di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (9/5/2012) pagi. Sidang kali keempat untuk perkara 28/PHPU.D-X/2012 mengenai perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Aceh Barat ini memeriksa sepuluh orang saksi Pemohon. Satu dari sepuluh orang saksi hadir di MK, sedangkan sembilan lainnya diperiksa jarak jauh melalui fasilitas video conference (vicon) yang dipancarkan secara interaktif dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh.  

Abdul Hakim, guru pegawai negeri sipil (PNS) di Pasi Mali, Woyla Barat, menerangkan masalah intimidasi yang dialaminya. Dia mengaku dicopot dari jabatannya sebagai kepala sekolah pada 26 Juli 2011, karena tidak mendukung calon incumbent, yaitu pasangan calon nomor urut 11. “Saya dicopot dari jabatan kepala sekolah karena tidak mendukung kandidat bupati yang berkuasa,” terang Abdul Hakim melalui teleconference dari FH Unsyiah Banda Aceh.  

Kemudian Saifuddin, warga desa Desa Cemara, Pante Ceureumen, menerangkan penghadangan dan perusakan mobil Daihatsu Feroza milik Partai Aceh (PA) yang dikendarainya. Menurutnya penghadangan dilakukan tiga orang tim pasangan calon nomor 11, salah seorang di antaranya merusak kaca mobilnya dengan parang. Saifuddin mengaku mengenali seorang pelaku perusakan mobilnya.

“Partai Aceh mendukung nomor berapa?” tanya Ketua Panel Hakim M. Akil Mochtar. “Nomor 13, yang mulia,” jawab Saifuddin yang juga merupakan Ketua Satgas PA.

Saksi bernama Ali Usman, tim sukses pasangan calon nomor urut 13 tingkat kecamatan Pante Cermin, menerangkan keterlibatan PNS sebagai anggota KPPS hingga ketua PPK. “Bahkan di Kecamatan Pantai Ceureumen ada ketua PPK-nya dari pegawai (PNS), terang Usman.

Saksi lainnya, Jama’an, warga Desa Ngeblak, Kecamatan Woyla Induk, mengaku dibagi uang Rp. 50.000 oleh Parisi. Parisi berpesan agar memilih pasangan calon nomor urut 8.

Saksi Abdul Jalil yang hadir di persidangan MK menerangkan anak di bawah umur yang ikut memilih yang terjadi di TPS 1 Tangkeh. Kendati demikian, saksi pasangan calon di TPS tersebut tak satu pun yang mengajukan protes.

Sebagaimana diketahui, perselisihan hasil Pemilukada Kabupaten Aceh Barat ini diajukan oleh delapan pasangan calon: pasangan Adami-Bustanuddin (no. urut 13) Fuadri-H. T. Bustami (no. urut 3); Teuku Zainal TD-H. Said Nadir (no. urut 9); Teuku Syahluna Polem-Tgk. Harmen Nuriqmar (no. urut 12); H. M. Ali Alfata-Tgk. H. Muhammad Amien (no. urut 4]; Rasyidin Hasyim-Sofyan Rasyid (no. urut 5); Saminan-Babussalam Umar (no. urut 2); dan pasangan Said Rasyidin Husein-Nurdin S (no. urut 1). (Nur Rosihin Ana)

Selasa, 08 Mei 2012

KPU Kabupaten Deiyai Tegaskan Telah Laksanakan Verifikasi Ulang

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Deiyai menyatakan telah melaksanakan verifikasi ulang yang menjadi dasar terbitnya SK KPU Deiyai Nomor 02 Tahun 2012 tertanggal 5 Maret 2012 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Deiyai. Verifikasi ulang dilakukan selama tiga hari pasca putusan PTUN Jayapura. Melalui SK tersebut, KPU Deiyai menetapkan  9 pasangan calon bupati dan wakil bupati Deiyai. “Intinya bahwa verifikasi ulang telah dilakukan oleh Termohon yang mendasari terbitnya SK Nomor 02.”

Demikian jawaban KPU Deiyai yang disampaikan kuasa hukumnya, Sulaiha Sumarto, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (8/5/2012) sore. Persidangan kali kedua untuk perkara 29/PHPU.D-X/2012, 30/PHPU.D-X/2012, 31/PHPU.D-X/2012, 32/PHPU.D-X/2012, dan 33/PHPU.D-X/2012, mengagendakan mendengarkan Jawaban KPU Deiyai (Termohon), Keterangan Pihak Terkait dan Pembuktian.

Verifikasi faktual maupun admnisitratif, lanjut Sulaiha Sumarto, merupakan kewenangan KPU Deiyai yang dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku, khususnya pedoman teknis KPU. KPU Deiyai selanjutnya menyampaikan hasil verifikasi secara tertulis kepada para pasangan calon, termasuk kepada Pemohon.

Sedangkan jawaban KPU Deiyai terhadap para Pemohon yang merupakan bakal pasangan calon, KPU Deiyai membantah dan menolak semua dalil permohonan para Pemohon. KPU Deiyai menganggap dalil para Pemohon bersifat asumsi belaka tanpa ada kejelasan mengenai siapa, kapan, di mana dan bagaimana terjadinya tindakan rekayasa sistimatis terkait dengan distribusi administrasi Pemilukada Deiyai.

KPU Deiyai juga membantah dengan tegas dalil Pemohon bahwa KPU Deiyai tidak independen dan melaksanakan tugasnya secara sistematis untuk kepentingan calon tertentu. “Termohon (KPU Deiyai) bertindak secara objektif sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,” bantah Sulaiha.

SK KPU Deiyai Nomor 08 Tahun 2011 tentang Penetapan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati yang Dinyatakan Lulus dan Tidak Lulus tanggal 3 November 2011, merupakan hasil verifikasi administratif dan faktual yang dilakukan KPU Deiyai, dimana terdapat enam pasangan calon yang lolos sebagai pasangan calon dan telah memenuhi syarat minimal dukungan partai dan perorangan sesuai ketentuan yang berlaku. “Dengan adanya putusan PTUN Jayapura berkaitan dengan Pemilukada Kabupaten Deiyai, maka Termohon mengulangi melakukan verifikasi, baik administratif dan faktual. Hasilnya Termohon menerbitkan SK Nomor 2 Tahun 2012 yang mengakomodir tiga      pasangan lain, sehingga akhirnya Pasangan Calon Peserta Pemilukada Kabupaten Deiyai menjadi sembilan pasangan,” terang Sulaiha.

Berdasarkan hal tersebut, KPU Deiyai memohon kepada Mahkamah menjatuhkan putusan, menerima dan mengabulkan jawaban Termohon dan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Selanjutnya, meminta Mahkamah menyatakan Keputusan KPU Deiyai Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Penetapan Pasangan yang Masuk ke Putaran Kedua Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Deiyai Tahun 2012, tanggal 17 April, sah dan mengikat. “Atau jika Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono),” pinta Sulaiha.

Untuk diketahui, perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua ini diajukan diajukan pasangan calon dan bakal calon bupati/wakil bupati Deiyai periode 2012-2017. Mereka yaitu pasangan bakal calon Amos Edoway-Daud Pekei (perkara 29/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Januarius L. Dou-Linus Doo (perkara 30/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Klemen Ukago-Manfred Mote (perkara 31/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Yohanis Pigome-Yohanis Jhon Dogopial (perkara 32/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Marthen Ukago-Amision Mote, Manase Kotouki-Athen Pigai, dan Yan Giyai-Yakonias (perkara 33/PHPU.D-X/2012). (Nur Rosihin Ana)

Senin, 07 Mei 2012

Pemohon Sengketa Pilkada Deiyai Minta Pemungutan Suara Diulang

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua, menyisakan sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah pada Senin (7/5/2012) siang menggelar sidang sengketa Pemilukada Deiyai yang diajukan pasangan calon dan bakal calon bupati/wakil bupati Deiyai periode 2012-2017, yaitu pasangan bakal calon Amos Edoway-Daud Pekei (perkara 29/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Januarius L. Dou-Linus Doo (perkara 30/PHPU.D-X/2012), pasangan calon Klemen Ukago-Manfred Mote (perkara 31/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Yohanis Pigome-Yohanis Jhon Dogopial (perkara 32/PHPU.D-X/2012), pasangan bakal calon Marthen Ukago-Amision Mote, Manase Kotouki-Athen Pigai, dan Yan Giyai-Yakonias (perkara 33/PHPU.D-X/2012).

Di hadapan Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva, pasangan bakal calon Amos Edoway-Daud Pekei, melalui kuasa hukumnya, Semy Latunussa mengajukan keberatan karena tidak diverifikasi ulang, meskipun PTUN Jayapura telah membatalkan SK Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Deiyai Nomor 8. Salah satu amar putusan PTUN Jayapura adalah memerintahkan KPU Deiyai untuk melakukan verifikasi ulang pasangan Amos Edoway-Daud Pekei. “Alasan pokok kami adalah setelah SK nomor 8 dibatalkan oleh PTUN Jayapura itu kami tidak diverifikasi ulang,” kata Semy.

“Sampai dengan dilaksanakan pemungutan suara, hal itu tidak dilaksanakan oleh Termohon (KPU Deiyai)?” tanya Ketua Panel Hakim M. Akil Mochtar. “Ya,” jawab Semy singkat.

Sementara itu, pasangan Januarius L. Dou-Linus Doo melalui kuasa hukumnya, Aris Bongga Salu, mempersoalkan penetapan KPU Deiyai terhadap pasangan Natalis Edoway-Mesak Pakage, dan pasangan Dance Takimai-Agustinus Pigome. KPU Deiyai, menurut Aris, telah meloloskan kedua pasangan tersebut tanpa mempertimbangakan kuota 15% sebagai persyaratan bagi parpol untuk mengusung bakal calon. Selain itu, SK KPU Deiyai nomor 8 telah dibatalkan oleh putusan PTUN Jayapura Nomor 50 tanggal 12 Desember 2011. Kendati demikian, KPU Deiyai menetapkan Januarius L. Dou-Linus Doo sebagai calon perseorangan. “Padahal dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang sudah mempunyai kekuatan hukum, Pemohon (Januarius L. Dou-Linus Doo) didukung oleh lima partai politik. Namun kenyataannya dalam Pilkada di Kabupaten Deiyai dimasukkan sebagai calon perseorangan,” terang Aris.

Zainal Sukri, kuasa hukum pasangan calon Klemen Ukago-Manfred Mote dan pasangan bakal calon Marthen Ukago-Amision Mote, Manase Kotouki-Athen Pigai, Yan Giyai-Yakonias, mempersoalkan proses pemilukada terutama menyangkut ketiadaan distribusi administratif ke TPS-TPS. Sehingga di TPS tidak ada blangko rekapitulasi, tidak ada cap, tidak ada stempel,” kata Zainal.

Pasangan bakal calon Yohanis Pigome-Yohanis Jhon Dogopial, sebagaimana diungkapkan kuasa hukumnya, Yohanes Pigome, pokok permohonan kliennya sama dengan pokok permohonan pasangan bakal calon Amos Edoway-Daud Pekei, yaitu mempersoalkan SK KPU Deiyai nomor 8 yang telah dibatalkan oleh putusan PTUN Jayapura tersebut di atas.

Para Pemohon menganggap pelaksanaan Pemilukada Deiyai tidak sah. Oleh itu, para Pemohon dari pasangan calon meminta Mahkamah agar memerintahkan KPU Deiyai untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU). Sedangkan para Pemohon dari bakal pasangan calon, meminta diikutsertakan dalam PSU. (Nur Rosihin Ana)

KIP Kabupaten Aceh Barat Nilai Permohonan Cacat Formil

Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (7/5/2012) siang. Sidang perkara 28/PHPU.D-X/2012 diajukan delapan pasangan calon bupati/wakil bupati Aceh Barat, yaitu pasangan Adami-Bustanuddin (no. urut 13) Fuadri-H. T. Bustami (no. urut 3); Teuku Zainal TD-H. Said Nadir (no. urut 9); Teuku Syahluna Polem-Tgk. Harmen Nuriqmar (no. urut 12); H. M. Ali Alfata-Tgk. H. Muhammad Amien (no. urut 4]; Rasyidin Hasyim-Sofyan Rasyid (no. urut 5); Saminan-Babussalam Umar (no. urut 2); dan pasangan Said Rasyidin Husein-Nurdin S (no. urut 1). Persidangan kali kedua dengan agenda agenda mendengar jawaban Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Barat selaku Termohon dan tanggapan Pihak Terkait, dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar (Ketua Panel), Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva.

KIP Kabupaten Aceh Barat melaui kuasa hukumnya, Imran Mahfudi, dalam jawabannya menyatakan, delapan pasangan calon yang mengajukan permohonan memiliki kedudukan dan kepentingan hukum yang berbeda. Seharusnya permohonan diajukan oleh masing-masing pasangan calon. “Menurut hemat kami, karena ada perbedaan kepentingan dan kedudukan hukum tersebut, maka permohonan ini semestinya tidak diajukan dalam suatu permohonan. Oleh karena itu, menurut hemat kami sudah sepatutnya permohonan ini dinyatakan tidak dapat diterima,” kata Imran.

Selanjutnya, KIP Aceh Barat menilai permohonan cacat formil. Sebab, pada persidangan pendahuluan 3 Mei 2012 lalu, Pemohon melalui kuasa hukumnya menyerahkan perubahan permohonan dimana delapan pasangan calon yang mengajukan permohonan, dua di antaranya tidak menandatangani surat kuasa Pemohon. Sehingga kuasa hukum Pemohon tidak dapat bertindak untuk dan atas nama delapan pasangan calon yang telah mengajukan permohonannya sendiri, tetapi hanya dapat bertindak untuk dan atas nama Pemohon yang telah menandatangani kuasa saja. “Oleh karena perubahan permohonan mengalami cacat formil dalam tata cara persidangan, maka karena antara permohonan asal dengan perubahan merupakan suatu kesatuan, maka sudah seharusnya permohonan dinyatakan tidak dapat diterima,” lanjut Imran.

Menurut KIP Aceh Barat, permohonan tidak masuk dalam kualifikasi perkara perselisihan hasil pemilukada. Sebab, uraian dalam permohonan mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dimaksudkan oleh Pemohon, tidak termasuk dalam kategori pelanggaran sistematis, terstruktur, dan masif.

KIP Aceh Barat juga menganggap permohonan kabur karena Pemohon tidak merinci secara jelas kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh KIP Aceh Barat selaku Termohon. Pemohon juga tidak menjelaskan hasil perhitungan yang benar menurut Pemohon serta tidak merinci secara jelas bentuk konkret pelanggaran yang dilakukan oleh Termohon, baik mengenai waktu maupun tempatnya secara konkrit.

Oleh karena itu KIP Aceh Barat meminta Mahkamah mengabulkan eksepsinya. Kemudian menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Sedangkan dalam pokok perkara, meminta Mahkamah menerima mengabulkan jawaban KIP Aceh Barat untuk seluruhnya, menolak untuk seluruhnya permohonan Pemohon, dan menyatakan sah demi hukum serta menguatkan Surat Keputusan KIP Kabupaten Aceh Barat Nomor 51 Tahun 2012 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Aceh Barat Tahun 2012, tanggal 14 April 2012.

Pasangan H.T Alaidinsyah-Rachmad Fitri HD selaku Pihak Terkait I, melalui kuasa hukumnya, Agus Herliza, membantah dalil permohonan mengenai tuduhan money politics. Sebab sejumlah uang yang diberikan oleh tim sukses Alaidinsyah-Rachmad adalah uang untuk para saksi. “Uang sebesar Rp 600.000 dibagikan kepada para saksi sebanyak 13 orang dengan masing-masing menerima Rp 50.000 per orang saksi. Jadi apa yang dituduhkan oleh para Pemohon kepada Pihak Terkait sama sekali tidak berdasar,” bantah Agus.

Sedangkan pasangan Ramli MS-Moharriadi selaku Pihak Terkait II, melalui kuasa hukumnya juga membantah seluruh dalil permohonan. Ramli-Moharriadi menyatakan tidak pernah melakukan upaya apapun untuk mempengaruhi pihak KIP Aceh Barat berkaitan dengan pemutakhiran data. (Nur Rosihin Ana)

Jumat, 04 Mei 2012

“Ne Bis in Idem”, Mahkamah Putuskan Tidak Menerima Uji Materi UU Pengadilan Pajak

Materi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) yang diujikan Agus Subagio ke Mahkamah Konstitusi (MK), ternyata telah dua kali diputus oleh Mahkamah, yaitu pada Desember 2004 dan Oktober 2006. Alasan dan dasar dalam permohonan yang telah diputus Mahkamah tersebut, adalah sama dengan permohonan Agus Subagio. Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan permohonan Agus tidak dapat diterima.

Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD saat membacakan putusan Nomor 23/PUU-X/2012 dalam persidangan yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Jum’at (4/5/2012) pagi.

Agus Subagio dalam pokok permohonannya mengujikan konstitusionalitas Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak yang menyatakan: “Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).” Menurut Agus, ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Agus yang berprofesi sebagai konsultan pajak dan kuasa hukum untuk beracara di pengadilan pajak, merasa dirugikan oleh Pasal 36 ayat (4) UU 14/2002. Sebab hak Agus untuk mengajukan banding terhadap jumlah pajak terutang dihalangi oleh adanya kewajiban untuk terlebih dahulu membayar 50% dari jumlah pajak terutang. Padahal banding yang diajukan Pemohon justru terhadap besaran (jumlah) pajak terutang tersebut.

Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan, Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak pernah dimohonkan pengujian dan telah diputus oleh Mahkamah, yaitu dalam Putusan Nomor 004/PUU-II/2004 bertanggal 13 Desember 2004 yang amarnya “Menyatakan permohonan Pemohon ditolak”, dan Putusan Nomor 011/PUU-IV/2006 bertanggal 4 Oktober 2006 yang amarnya “Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)”. Menurut Mahkamah, alasan dan dasar kedua permohonan tersebut adalah sama dengan permohonan Agus Subagio.

Ketentuan Pasal 60 ayat (1) UU MK menyatakan, “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali,” dan Pasal 60 ayat (2) UU MK menyatakan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda”. Oleh karena itu, menurut Mahkamah permohonan Agus Subagio ne bis in idem. (Nur Rosihin Ana)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More