Tujuan
pemekaran daerah adalah dalam rangka mewujudkan kepastian hukum,
kemudahan, non-diskriminasi, dan keadilan, yaitu, untuk memperpendek
bentang kendali pemerintahan, mendekatkan, memudahkan, dan mengefisiensi
pelayanan pemerintah dalam rangka mensejahterakan, meningkatkan
peran-serta masyarakat, dan efiseiensi pelaksanaan pembangunan dalam
wilayah yang dimekarkan sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah baru.
Demikian disampaikan Minhad
Ryad di hadapan Sidang Panel Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa
(28/2/2012) siang. Minhad menjalani sidang uji materi UU Nomor 10 Tahun
1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang dan UU
Nomor 12 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Singkawang yang diajukannya
ke MK beberapa waktu yang lalu. Materi UU Nomor 10 Tahun 1999 yang
dijukannya yaitu Pasal 3, Pasal, 5 ayat (1) dan Penjelasan Umum alinea
kelima. Sedangkan materi UU Nomor 12 tahun 2001 yang diujikannya yaitu
Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Penjelasan Umum alinea
kesatu, kedua dan keempat.
Di hadapan Panel Hakim
Konstitusi yang terdiri Anwar Usman (ketua panel) didampingi dua
anggota, Muhammad Alim dan Maria Farida Indrati, warga Pangkalan Darat,
Kecamatan Sungai Raya, Kab. Bengkayang, Kalimantan Barat ini
mengungkapkan perjuangannya selama 13 tahun mencari keadilan untuk
mendapatkan berkah pemekaran wilayah.
Pemekaran Kab. Sambas
menjadi tiga kabupaten otonom, yaitu Kab. Sambas, Kab. Bengkayang, dan
Kab. Singkawang potensial merugikan hak-hak konstitusional Minhad yang
dijamin UUD 1945. Ketiga daerah otonom tersebut yaitu Kab. Sambas yang
meliputi delapan kecamatan. Kemudian, Kabupaten Bengkayang yang meliputi
delapan kecamatan. Terakhir, Kota Singkawang yang meliputi tiga
kecamatan (Pasiran, Roban dan Tujuhbelas).
Menurut Minhad, UU Nomor 10
Tahun 1999 tidak sesuai dengan tujuan pemekaran daerah, karena tidak
menjamin kepastian hukum. Selain itu, lanjut Minhad, keputusan membentuk
tiga daerah otonom menjadi batal karena hanya dua daerah otonom saja
yang terjadi, yaitu Kab. Sambas dan Kab. Bengkayang. Sementara nasib
Kota Administratif (Kotif) Singkawang menjadi tidak jelas, karena
wilayahnya yaitu Kec. Roban dan Kec. Pasiran digabungkan ke Kabupaten
Bengkayang.
“Padahal secara
konstitusional, berdasarkan PP 9 Tahun 1981, Kotif Singkawang berada dan
bertanggung jawab kepada Kab. Sambas. Begitu pula dengan Kec.
Tujuhbelas dan Kec. Sungai Raya, yang berorientasi ke Singkawang, malah
digabungkan ke Kab. Bengkayang, yang seharusnya tetap berada di Kab.
Sambas,” dalil Minhad.
Berlakunya UU Nomor 10 Tahun
1999 menyebabkan Minhad harus menempuh jarak lebih jauh. Jarak tempuh
dari Kec. Sungai Raya ke Singkawang yang merupakan ibukota Kabupaten
Sambas, hanya 50 km, yang ditempuh selama satu jam perjalanan
menggunakan bis umum. Waktu itu Kec. Sungai Raya masih tergabung dalam
wilayah Kab. Sambas.
Namun, setelah Kec. Sungai
Raya digabungkan ke dalam wilayah Kab. Bengkayang, untuk menuju ibukota
kabupaten menjadi jauh yaitu 125 km, yang ditempuh selama 3-4 jam
perjalanan menggunakan bis umum. “Padahal ke Singkawang hanya 50 km,”
lanjutnya.
Di persidangan terungkap,
Minhad pada tahun 2005 pernah mengajukan keberatan mengenai
digabungkannya Kec. Sungai Raya ke dalam wilayah Kab. Bengkayang. Saat
itu, Mahkamah dalam amar putusan perkara 016/PUU-III/2005, yang
dibacakan pada 19 Oktober 2005, menyatakan permohonan Minhad tidak dapat
diterima (niet ontvankelijk verklaard). (Nur Rosihin Ana/mh)
0 komentar:
Posting Komentar