Selasa, 28 Februari 2012

Jalan Panjang Meraih “Berkah” Pemekaran Wilayah


Tujuan pemekaran daerah adalah dalam rangka mewujudkan kepastian hukum, kemudahan, non-diskriminasi, dan keadilan, yaitu, untuk memperpendek bentang kendali pemerintahan, mendekatkan, memudahkan, dan mengefisiensi  pelayanan pemerintah dalam rangka mensejahterakan, meningkatkan peran-serta masyarakat, dan efiseiensi pelaksanaan pembangunan dalam wilayah yang dimekarkan sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah baru.

Demikian disampaikan Minhad Ryad di hadapan Sidang Panel Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (28/2/2012) siang. Minhad menjalani sidang uji materi UU Nomor 10 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang dan UU Nomor 12 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Singkawang yang diajukannya ke MK beberapa waktu yang lalu. Materi UU Nomor 10 Tahun 1999 yang dijukannya yaitu Pasal 3, Pasal, 5 ayat (1) dan Penjelasan Umum alinea kelima. Sedangkan materi UU Nomor 12 tahun 2001 yang diujikannya yaitu Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Penjelasan Umum alinea kesatu, kedua dan keempat.

Di hadapan Panel Hakim Konstitusi yang terdiri Anwar Usman (ketua panel) didampingi dua anggota, Muhammad Alim dan Maria Farida Indrati, warga Pangkalan Darat, Kecamatan Sungai Raya, Kab. Bengkayang, Kalimantan Barat ini mengungkapkan perjuangannya selama 13 tahun mencari keadilan untuk mendapatkan berkah pemekaran wilayah.

Pemekaran Kab. Sambas menjadi tiga kabupaten otonom, yaitu Kab. Sambas, Kab. Bengkayang, dan Kab. Singkawang potensial merugikan hak-hak konstitusional Minhad yang dijamin UUD 1945. Ketiga daerah otonom tersebut yaitu Kab. Sambas yang meliputi delapan kecamatan. Kemudian, Kabupaten Bengkayang yang meliputi delapan kecamatan. Terakhir, Kota Singkawang yang meliputi tiga kecamatan (Pasiran, Roban dan Tujuhbelas).

Menurut Minhad, UU Nomor 10 Tahun 1999 tidak sesuai dengan tujuan pemekaran daerah, karena tidak menjamin kepastian hukum. Selain itu, lanjut Minhad, keputusan membentuk tiga daerah otonom menjadi batal karena hanya dua daerah otonom saja yang terjadi, yaitu Kab. Sambas dan Kab. Bengkayang. Sementara nasib Kota Administratif (Kotif) Singkawang menjadi tidak jelas, karena wilayahnya yaitu Kec. Roban dan Kec. Pasiran digabungkan ke Kabupaten Bengkayang.

“Padahal secara konstitusional, berdasarkan PP 9 Tahun 1981, Kotif Singkawang berada dan bertanggung jawab kepada Kab. Sambas. Begitu pula dengan Kec. Tujuhbelas dan Kec. Sungai Raya, yang berorientasi ke Singkawang, malah digabungkan ke Kab. Bengkayang, yang seharusnya tetap berada di Kab. Sambas,” dalil Minhad.

Berlakunya UU Nomor 10 Tahun 1999 menyebabkan Minhad harus menempuh jarak lebih jauh. Jarak tempuh dari Kec. Sungai Raya ke Singkawang yang merupakan ibukota Kabupaten Sambas, hanya 50 km, yang ditempuh selama satu jam perjalanan menggunakan bis umum. Waktu itu Kec. Sungai Raya masih tergabung dalam wilayah Kab. Sambas.

Namun, setelah Kec. Sungai Raya digabungkan ke dalam wilayah Kab. Bengkayang, untuk menuju ibukota kabupaten menjadi jauh yaitu 125 km, yang ditempuh selama 3-4 jam perjalanan menggunakan bis umum. “Padahal ke Singkawang hanya 50 km,” lanjutnya.

Di persidangan terungkap, Minhad pada tahun 2005 pernah mengajukan keberatan mengenai digabungkannya Kec. Sungai Raya ke dalam wilayah Kab. Bengkayang. Saat itu, Mahkamah dalam amar putusan perkara 016/PUU-III/2005, yang dibacakan pada 19 Oktober 2005, menyatakan permohonan Minhad tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). (Nur Rosihin Ana/mh)

0 komentar:

Posting Komentar