Kamis, 29 November 2012

DPR: UU Guru dan Dosen Tak Halangi Hak Lulusan LPTK Menjadi Guru


Filosofi dasar pembentukan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) adalah sebagai pelaksanaan amanat Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Kemudian pendidikan yang dikehendaki Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 dijabarkan dengan UU Sisdiknas yaitu pendidikan yang bermutu dan tidak diskriminatif yang tercermin dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) UU Sisdiknas.
Ketentuan Pasal 8 UUGD merupakan ketentuan yang mengatur persyaratan kualifikasi akademik yang harus dimiliki oleh semua guru tanpa diskriminasi. Kemudian rumusan norma Pasal 9 UUGD sangat jelas dan tidak menimbulkan penafsiran lain. Pasal 9 UUGD sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengatur mengenai jalur pengadaan guru dengan latar belakang sarjana (S1) atau diploma empat (D4) kependidikan dan S1 atau D4 non-kependidikan, melainkan hanya mengatur mengenai kualifikasi akademik yang harus dipenuhi oleh calon guru, yaitu berpendidikan S1 atau D4.

“Norma ketentuan Pasal 9 a quo juga tidak akan menghalang-halangi atau berpotensi menghalangi atau mengurangi hak para pemohon yang saat ini berstatus mahasiswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk berprofesi sebagai guru.”

Demikian dikatakan Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding saat menyampaikan keterangan DPR atas uji materi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (29/11/2012) siang. Persidangan kali ketiga untuk perkara Nomor 95/PUU-X/2012 beragendakan mendengar keterangan DPR, Pemerintah, serta keterangan ahli.

Lebih lanjut Sarifuddin Sudding di hadapan pleno hakim konstitusi Achmad Sodiki (ketua pleno), Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, M. Akil Mochtar dan Anwar Usman, menyatakan, di samping wajib memenuhi persyaratan kualifikasi akademik sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UUGD, guru juga wajib memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi keprofesionalan yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Menurut Sudding, pendidikan profesi guru dapat diikuti oleh lulusan S1 atau D4 kependidikan maupun S1 atau D4 non-kependidikan. Adapun alasan membuka kesempatan bagi S1 atau D4 non-kependidikan mengikuti pendidikan profesi guru, yaitu memberikan kesempatan yang sama pada setiap warga negara yang memiliki kualifikasi akademik untuk dapat mengikuti pendidikan profesi guru dan memberika kesempatan yang sama untuk memilih profesi sebagai guru.

Dengan demikian, terbukanya jalan bagi lulusan S1 atau D4 IV non-kependidikan untuk mengikuti pendidikan profesi guru, tidak menutup atau menghambat peluang bagi lulusan S1 atau D4 kependidikan untuk mengikuti pendidikan profesi guru. “Hal tersebut tentunya sejalan dengan nilai konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” tandas Sudding.

Sementara itu, Pemerintah dalam keterangannya yang disampaikan Lydia Freyani  Hawadi menyatakan, anggapan adanya kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal 9 UUG, merupakan kekhawatiran para pemohon yang berlebihan. Para Pemohon dapat mengikuti program pendidikan profesi guru pada perguruan tinggi yang memiliki lembaga pendidikan tenaga kependidikan tanpa hambatan setelah menyelesaikan pendidikan S1 atau D4.  “Tidak ada satu kata atau kalimat di dalam Pasal 9 Undang-Undang Guru dan Dosen yang menghalangi, mengurangi, atau meniadakan hak para pemohon untuk mengiktui pendidikan profesi guru, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2), Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945,” tandas Direktur Jenderal PAUDNI  Kemdikbud, Freyani  Hawadi.

Menurut Pemerintah, pendidikan profesi guru dapat diikuti baik oleh lulusan S1 atau D4 kependidikan, lulusan lembaga pendidikan, tenaga pendidikan, maupun S1 atau D4 non-kependidikan. Terdapat alasan kuat untuk membuka kesempatan bagi S1 atau D4 non-kependidikan mengikuti pendidikan profesi guru yaitu untuk memenuhi kebutuhan kurikulum satuan pendidikan yang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh sarjana lulusan LPTK. “Dengan demikian, pemberian kesempatan bagi sarjana atau diploma IV non-kependidikan untuk mengikuti pendidikan profesi guru, tidak menutup atau menghambat peluang bagi sarjana atau diploma IV kependidikan untuk mengikuti pendidikan profesi guru,” tandas Lydia.

Pada kesempatan ini, para pemohon menghadirkan Gempur Santoso yang didaulat sebagai ahli. Gempur menyatakan, Guru dalam pengertian sebagai pendidik, berbeda dengan tutor atau pelatih. Profesi guru sebagai pendidik membutuhkan pendidikan dan latihan yang tidak sekadar berkaitan dengan hard skill, tetapi lebih banyak berkaitan dengan soft skill atau karakter. “Inilah yang membedakan profesi guru dengan profesi lainnya,” kata Gempur.
Sebagai seorang profesional, lanjutnya, profesi guru sebagai pendidik harus menguasai berbagai metode dan model pembelajaran, dan mampu melaksanakan pembelajaran yang aktif, efektif, inovatif, dan menyenangkan. “Oleh karena itu, guru tidak cukup dengan lulusan sarjana S1 atau D4, tetapi harus lulusan sarjana pendidikan S1 atau D4 pendidikan, dan setelah itu mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG),” dalil Gempur.

Untuk diketahui, permohonan pengujian Pasal 9 UUGD ini dimohonkan oleh 7 orang mahasiswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), yakni Aris Winarto, Achmad Hawanto, Heryono, Mulyadi, Angga Damayanto, M. Khoirur Rosyid, dan Siswanto. Pasal 9 UUGD menyatakan: “Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan sarjana atau program diploma empat.”

Para pemohon merasa hak konstitusional mereka dirugikan oleh berlakunya ketentuan Pasal 9 UUGD. Kerugian konstitusional yang dimaksud yaitu para pemohon harus bersaing dengan para sarjana non-kependidikan yang tidak menempuh kuliah di LPTK dimana terdapat beberapa mata kuliah belum pernah diajarkan di universitas non-kependidikan. Para pemohon mendalilkan profesi guru merupakan bidang khusus sehingga dibutuhkan keahlian khusus. Keahlian khusus ini tidak mungkin didapatkan di perkuliahan non-LPTK. Pasal 9 UUGD tidak memberikan perlindungan serta kepastian hukum kepada para pemohon sebab tidak memberikan jaminan bagi lulusan LPTK sebagai satu-satunya sarjana yang bisa masuk dalam pendidikan profesi guru. Menurut para pemohon, ketentuan Pasal 9 UUGD bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. (Nur Rosihin Ana)

SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More