Rabu, 14 Maret 2012

Menkeu: Pembelian 7% Saham Divestasi PT Newmont untuk Kepentingan Nasional

Keputusan Presiden untuk melakukan pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) Tahun 2010 dilakukan semata-mata demi kepentingan nasional dan kemanfaatan dengan tujuan untuk dapat dinikmati oleh bangsa, negara dan seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan pembelian saham divestasi diharapkan juga dapat menjaga kepentingan nasional, memastikan kepatuhan perusahaan atas kewajibannya seperti pembayaran pajak, royalty, pelaksanaan corporate social responsibility, kepatuhan pada pengelolaan lingkungan hidup, terutama adalah timbulnya multiplier effect bagi masyarakat sekitar industri yang pada akhirnya akan mendorong perkembangan industri hilir sehingga meningkatkan kemakmuran bagi rakyat.
Demikian disampaikan oleh Menkeu Agus Dermawan Wintarto Martowardojo dalam sidang perkara nomor 2/SKLN-X/2012 mengenai sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Rabu (14/3/2012). Sidang pleno dengan agenda perbaikan permohonan dan mendengarkan jawaban termohon I serta termohon II ini dilaksanakan oleh sembilan hakim konstitusi. Permohononan SKLN ini diajukan oleh Presiden melalui Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan pihak termohon 1 yaitu DPR dan BPK sebagai termohon II.
Di hadapan pleno hakim konstitusi, Menkeu Agus Martowardojo dalam executive summary menyatakan, Presiden RI sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan. Salah satu kekuasaan pemerintahan dimaksud adalah kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara. Pengaturan lebih lanjut kekuasaan pengelolaan keuangan negara terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara. Tugas Menkeu selain membantu Presiden RI, juga merupakan penerima kuasa Presiden RI dalam hal pengelolaan fiskal sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a UU Keuangan Negara. Selaku pengelola fiskal, Menkeu melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara yang mempunyai beberapa tugas dan kewenangan. Salah satu kewenangan Bendahara Umum Negara adalah melakukan investasi berdasarkan Pasal 41 ayat (1), (2), dan (3) UU Perbendaharaan Negara.
“Salah satu bentuk pelaksanaan investasi yang dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku penerima kuasa fiskal pemohon (Presiden), dan Bendahara Umum Negara adalah melakukan pembelian saham divestasi PT NNT Tahun 2010,” kata Agus.
Pembelian 7% saham divestasi PT NNT, lanjut Agus, bertujuan untuk memberikan manfaat seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia untuk mewujudkan tujuan bernegara yaitu memajukan kesejahteraan umum dan dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 33 UUD 1945. Proses penyelesaian pembelian saham tersebut memicu perbedaan pendapat antara Pemerintah dan DPR. DPR berpendapat bahwa Menkeu hanya dapat melakukan pembelian saham divestasi PT NNT setelah mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu. “Sehubungan dengan adanya perbedaan pendapat tersebut, termohon 1 (DPR) telah meminta termohon 2 (BPK) untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu terhadap proses pembelian 7% saham divestasi PT NNT,” lanjut Agus.
Laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK, terang Agus, BPK berkesimpulan bahwa keputusan Pemerintah untuk melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan swasta yaitu pembelian 7% saham divestasi PT NNT oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk dan atas nama Pemerintah, harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR sebagai pemegang hak budget. Kendati demikian, Menkeu yakin mempunyai kewenangan konstitusional untuk melakukan pembelian tersebut. “Pemohon (Pemerintah) mempunyai kewenangan konstitusional untuk melakukan investasi pembelian 7% saham divestasi PT NNT tahun 2010 tanpa perlu persetujuan termohon 1 (DPR) terlebih dahulu,” tandas Agus.

Pengawasan Mutlak Diperlukan
Menanggapi permohonan Pemerintah, DPR melalui Harry Azhar Azis dalam tanggapannya di hadapan pleno hakim konstitusi menyatakan DPR mempunyai kewenangan konstitusional untuk memberikan persetujuan kepada Pemerintah dalam hal pembelian 7% saham divestasi PT NNT. “DPR mempunyai kewenangan konstitusional untuk memberikan persetujuan dalam hal Pemerintah melakukan penyertaan modal terhadap perusahaan swasta,” kata Harry.
Pengawasan DPR mutlak diperlukan. Pengawasan DPR bukan hanya terbatas pada pengelolaan di masing-masing sub bidang, mutasi unsur-unsur keuangan antarnegara, dari satu sub bidang ke sub bidang lainnya. Tetapi secara prinsip memerlukan persetujuan DPR. Hal ini, terangnya, merupakan konsekuensi dari pemberian kewenangan legislatif kepada eksekutif. Presiden sebagai kepala lembaga eksekutif tidak dapat mengingkari hal ini. Oleh karena itu, keputusan pembelian 7% saham divestasi PT NNT bukanlah semata keputusan eksekutif. “Tetapi harus melibatkan seluruh rakyat melalui para wakilnya di lembaga legislatif,” lanjut Harry.

Ditetapkan dengan PP
BPK selaku termohon 2 yang diwakili Sekjen BPK Hendar Ristriawan dalam keterangannya menyatakan, PT NNT merupakan perusahaan swasta yang tertutup. Sesuai dengan UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, setiap perobahan kepemilikan saham harus dilakukan perubahan anggaran dasar PT NNT. “Saat ini perubahan anggaran dasar PT NNT terkait perubahan kepemilikan saham yang di dalamnya memuat kepemilikan saham Pemerintah tersebut, sedang dalam proses di BKPM,” terang Hendar.
Penyertaan modal Pemerintah pada perusahaan swasta diatur dalam Bab VI Pasal 24 UU 17/2003, Pasal 41 ayat (4) UU 1/2004. Pasal 24 ayat (7) UU 17/2003 menyatakan: “Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.” 
“Setelah memenuhi persyaratan sebagaimana Pasal 24 ayat (7) UU 17/2003, penyertaan modal pemerintah pada perusahaan swasta harus ditetapkan dengan PP setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR,” lanjut Hendar.
Berdasarkan Pasal 41 ayat (4) UU 1/2004, papar Hendar, keputusan untuk melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk penyertaan modal Pemerintah pada PT NNT yang merupakan perusahaan tertutup, merupakan kewenangan Pemerintah yang harus ditetapkan dengan PP. “Sedangkan kewenangan Menteri Keuangan selaku BUN adalah melakukan eksekusi penyediaan dana penatausahaan, pengawasan dan pelaporan atas keputusan Pemerintah tersebut,” tandas Hendar. (Nur Rosihin Ana) 

1 komentar:

Anonim mengatakan...

kedepannya, semoga pemerintah lebih komprehensif melihat peraturan sebelum mengambil kebijakan.

http://wp.me/p21FqV-1l

Posting Komentar