Senin, 07 Januari 2013

Lewat Tenggat Perbaikan Uji Ketentuan PHK dalam UU Ketenagakerjaan


Penggabungan satu perusahaan dengan perusahaan lain (merger) seringkali menyisakan masalah ketenagakerjaan. Sementara, ketentuan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) manakala perusahaan melakukan merger yang tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dinilai multitafsir. Perbedaan penafsiran terkait dengan nilai atau besaran kompensasi/imbalan PHK.

Demikian permohonan uji materi UU Ketenagakerjaan yang diajukan oleh Dunung Wijanarko dan Wawan Adi Swi Yanto ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dunung dan Wawan merupakan karyawan PT ABB Transmission & Didtribution. Dunung dan Wawan tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja setelah perusahaan tempat dia bekerja melakukan merger dengan perusahaan lain. Pihak perusahaan pun tidak melakukan PHK terhadap keduanya, tetapi menyatakan keduanya mengundurkan diri. Perusahaan menafsirkan ketentuan PHK dalam Pasal 163 ayat (1) UU Ketenagakerjaan merupakan hak mutlak perusahaan.

Melalui kuasa hukumnya, P. Sanjaya Samosir, Dunung dan Wawan menyatakan Pasal 163 ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah merugikan hak konstitusional mereka. Kerugian yang dimaksud yaitu hilangnya hak pekerja atau buruh dalam mengajukan permohonan PHK.  

Pasal 163 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).”

Dunung dan Wawan dalam petitum meminta MK menyatakan Pasal 163 ayat (1) UU Ketenagakerjaan tidak berkekuatan hukum tetap, sepanjang tidak dimaknai pengusaha harus melakukan PHK terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon masa kerja 1(satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Dunung dan Wawan didampingi kuasa hukumnya, P. Sanjaya Samosir dkk., hadir di MK untuk menjalani sidang pemeriksaan perbaikan permohonan, Senin (7/1/2013) siang, bertempat di ruang panel lt. 4 gedung MK. Persidangan kali kedua untuk perkara dengan register Nomor 117/PUU-X/2012, ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi Harjono (Ketua Panel) didampingi Achmad Sodiki dan Anwar Usman.

Lewat Tenggat

Panel Hakim Konstitusi pada persidangan pendahuluan (19/12/2012) lalu memberi kesempatan waktu 14 hari kepada Pemohon atau kuasanya untuk memperbaiki permohonan. Namun hingga persidangan kali ini digelar, Panel Hakim menyatakan belum menerima perbaikan tersebut.

“Majelis Hakim belum menerima perbaikan Anda. Padahal sudah cukup waktu yang diberikan,” kata Ketua Panel Hakim Harjono sesaat setelah membuka sidang.

P. Sanjaya Samosir menyatakan telah menyerahkan perbaikan permohonan ke Kepaniteraan MK pada hari ini juga, sebelum persidangan digelar. “Kami sudah serahkan tadi, Majelis,” jawab P. Sanjaya Samosir yang akrab disapa Jaya.

Mendengar jawaban Jaya, Harjono menyatakan perbaikan permohonan telah melampaui batas waktu 14 hari yang diberikan. Perbaikan seharusnya diserahkan sebelum batas waktu tersebut. “Nanti akan dipertimbangkan Majelis, perbaikan Anda,” kata Harjono mempertimbangkan perbaikan permohonan yang melewati tenggat waktu.

Sebelum mengakiri persidangan, Panel Hakim Konstitusi mengesahkan alat bukti Pemohon, yaitu bukti P-1 sampai P-6. (Nur Rosihin Ana)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More