Selasa, 19 Juni 2012

Hasyim Muzadi: Negara Harus Jadi Pengendali Migas

Kendali minyak dan gas bumi (Migas) haruslah ada pada negara dan bangsa Indonesia yang dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kenyataannya sekarang, Indonesia selalu diguncang oleh kenaikan harga minyak dunia. Padahal kita punya minyak sendiri. Hal ini disebabkan karena kita menjual minyak mentah terlalu murah. Kemudian kita membelinya dengan harga mahal. Itu pun harus melalui perantara-perantara.

Pernyataan disampaikan oleh K.H. Hasyim Muzadi selaku Pemohon judicial review UU Migas, dalam persidangan pleno di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (19/6/2012) siang. Sidang kali kelima perkara 36/PUU-X/2012 dilaksanakan oleh tujuh Hakim Konstitusi, yaitu Moh Mahfud MD (Ketua Pleno), Achmad Sodiki, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, dan Anwar Usman.   

Oleh karenanya, lanjut Hasyim, penyelesaian yang ditempuh harus dimulai dari akarnya, yaitu bagaimana Indonesia bisa mengelola minyaknya sendiri. Sedangkan pihak asing dan internasional haruslah sepenuhnya dalam kendali Indonesia. Sehingga secara berangsur kita akan mengontrol harga minyak dalam negeri sembari memperluas zona-zona pengeboran dan sumber-sumber minyak. Dengan demikian maka pelan-pelan bangsa ini akan terhindar dari malapetaka sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia.

Namun, upaya ke arah itu rupanya mengalami hambatan, terutama pada aspek legalitas konstitusional. Hasyim menuding UU Migas justru yang menjerat kaki dan tangan kita sebagai bangsa untuk mengelola hak kita sendiri yang sebenarnya telah diamanatkan oleh UUD 1945. Hasyim berharap Mahkamah bisa menerima permohonan para Pemohon sehingga tiada lagi kendala konstitusional yang berdaya menghambat hak negara atas pengelolaan migas.

Apabila hal-hal yang menjadi hambatan baik pada tingkat yuridis formal konstitusional seperti yang kita bicarakan di sini, kemudian tidak ada kesadaran dari anggota parlemen kita, sementara dari eksekutif juga tidak ada political will untuk menuju ke sana, maka saya khawatir bangsa kita semakin hari akan semakin berat bebannya. Dan seluruh energi dan sumber alam kita menjadi penguasaan orang lain, sementara kita bertengkar di negeri sendiri,” pungkas mantan Ketua Umum PBNU ini.

Anjuran Menggelikan

Persidangan kali kelima ini juga mendengar keterangan ahli. Irman Putra Sidin dalam kapasitasnya sebagai ahli yang dihadirkan oleh para  Pemohon, memulai keterangannya dengan kisah faktual yang dijumpainya sewaktu dalam perjalanan menuju MK. Irman sempat memperhatikan mobil dinas plat merah sedang mengantri BBM nonsubsidi di sebuah SPBU.Pemandangan ini cukup menggelikan karena tepat di jendela belakang mobil ini dengan tegar dan gagahnya tertulis bahwa mobil ini mengkomsumsi BBM nonsubsidi. Menggelikan lagi karena di satu sisi ada anjuran untuk penghematan anggaran sekaligus hemat energi, namun kendaraan dinas diharuskan membeli BBM nonsubsidi yang pasti harganya jauh lebih mahal daripada bahan bakar bersubsidi,” kata Irman berkisah

Irman melanjutkan, Pemerintah tidak bisa melarang rakyat golongan mana pun untuk membeli produk yang murah dan berkualitas baik. Seluruh kelas sosial dijamin haknya oleh konstitusi untuk menikmati bahan bakar dengan mutu yang bagus dan harga yang terjangkau. “Oleh karenanya, kegugupan akan kebijakan ini ketika mewajibkan seluruh mobil dinas, meski tua dan penyok sekalipun untuk menenggak BBM mahal, bisa disebabkan karena warisan  pengelolaan energi kita yang menjauh dari konstitusi, atau karena konstitusi kita yang memang harus terus semakin dipertegas dan diperjelas akan pengelolaan di sektor energi ini,” papar Irman.

Irman juga mengutip putusan MK nomor 001, 021, 022/PUU-I/2003 tentang Pengujian UU 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dan putusan Nomor 002/PUU-I/2003 Pengujian UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas yang menurutnya telah meletakkan kerangka konstitusional yang konkrit akan sistem ekonomi konstitusional. Dalam putusan tersebut, konsep frasa “dikuasai negara”, haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas, yang bersumber dan berasal dari konsep kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sember kekayaan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektifitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945, memberikan mandat kepada negara untuk megadakan kebijakan, tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, pengawasan, untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan, lisensi, dan konsesi. Fungsi pengaturan oleh negara dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR dan bersama dengan pemerintah, dan regulasi oleh eksekutif. “Fungsi pengelolaan dilakukan oleh mekanisme pemilikan saham dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen badan usaha milik negara atau badan hukum milik negara sebagai instrumen kelembagaan melalui makna negara c.q. pemerintah mendayagunakan penguasaanya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tegas Irman.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis (29/3/2012) lalu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama sejumlah organisasi massa (ormas) dan tokoh nasional, mengajukan permohonan uji materi UU Migas ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ormas-ormas dimaksud yaitu: Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, Pimpinan Pusat Persatuan Ummat Islam, Pimpinan Pusat Syarikat Islam Indonesia, Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia, Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jami’yatul Washliyah, dan Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (SOJUPEK).

Sedangkan Pemohon perorangan yaitu: K.H. Achmad Hasyim Muzadi, H. Amidhan, Komaruddin Hidayat, Eggi Sudjana, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Moch. Iqbal Sullam, H. Ichwan Sam, H. Salahuddin Wahid, Nirmala Chandra Dewi M, HM. Ali Karim OEI, Adhi Massardi, Ali Mochtar Ngabalin, Hendri Yosodiningrat, Laode Ida, Sruni Handayani, Juniwati T. Masgehun S, Nuraiman, Sultana Saleh, Marlis, Fauziah Silvia Thalib, King Faisal Sulaiman, Soerasa, BA, Mohammad Hatta, M. Sabil Raun, Edy Kuscahyanto, Yudha Ilham, Joko Wahono, Dwi Saputro Nugroho, A.M Fatwa, Hj. Elly Zanibar Madjid, dan Jamilah. (Nur Rosihin Ana)

Berita terkait

PP Muhammadiyah Perbaiki Permohonan Uji UU Migas

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More