Harga minyak internasional pada awal tahun 2012
mengalami peningkatan seiring dengan terbatasnya pasokan minyak mentah dunia.
Ketegangan geo politik di negara-negara teluk
mempengaruhi pasokan minyak mentah dunia. “Kenaikan ini pun terjadi pada ICP
yang cenderung meningkat jika dibandingkan dengan harga rata-rata selama tahun
2011. Perkembangan ini diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2012, sehingga
asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama tahun 2012 diperkirakan
mencapai $150 per barel.”
Demikian pernyataan Ruhut Sitompul saat menyampaikan
keterangan DPR RI di hadapan sidang di Mahkamah Konstitusi, Selasa (26/6/2012).
Sidang pleno gabungan perkara 42/PUU-X/2012, 4345/PUU-X/2012, 45/PUU-X/2012,
46/PUU-X/2012 ihwal pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P 2012),
beragendakan mendengar keterangan Pemerintah, DPR dan Saksi/Ahli dari Pemohon
serta Pemerintah.
Lebih lanjut Anggota Komisi III DPR ini menyatakan, lifting
minyak dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai 930.000 barel per hari, di bawah
target dalam APBN tahun 2012. Hal ini antara lain terkait dengan menurunya
kapasitas produksi dari sumur-sumur tua dan dampak diberlakukannya UU Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup. Perubahan
pada besaran asumsi dasar ekonomi makro, pada gilirannya berpengaruh juga pada
besaran APBN, dan akan diikuti dengan perubahan kebijakan fiskal dalam upaya
untuk menyehatkan APBN melalui pengendalian defisit anggaran pada tingkat yang
aman.
Pemahaman Parsial
DPR berpendapat, muatan
norma Pasal 7 ayat (1) tidak dapat dipahami secara parsial, mengingat ketentuan
ayat (1) terkait erat dengan ketentuan Pasal 7 secara keseluruhan, terutama
Pasal 7 ayat (1a) yang berbunyi, “Subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sudah termasuk pembayaran kekurangan subsidi BBM jenis
tertentu dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2010 (audited) sebesar
Rp706.900.000.000,00 (tujuh ratus enam miliar sembilan ratus juta rupiah), dan
perkiraan kekurangan subsidi Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp3.500.000.000.000,00
(tiga triliun lima ratus miliar rupiah), serta subsidi liquefied gas for
vehicle (LGV) sebesar Rp54.000.000.000,00 (lima puluh empat miliar
rupiah).”
Demikian pula ketentuan Pasal 7 ayat (4) beserta
penjelasannya. Pasal 7 ayat (4) berbunyi, “Pengendalian anggaran subsidi BBM
jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG))
tabung 3 (tiga) kilogram dalam Tahun Anggaran 2012 dilakukan melalui
pengalokasian BBM bersubsidi secara lebih tepat sasaran dan kebijakan
pengendalian konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap.”
Dalam petitum-nya DPR RI meminta Mahkamah menerima
keterangan DPR RI secara keseluruhan. Menyatakan bahwa proses pembahasan UU
APBN-P 2012 telah sesuai dengan perubahan UU yang berlaku. Kemudian, menyatakan
Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (6a), Pasal 15A UU APBN-P 2012 tidak bertentang
dengan UUD 1945. “Menyatakan Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (6a), dan Pasal 15A
Undang-Undang UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun
2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, tetap
mempunyai kekuatan hukum mengikat,” pinta Ruhut Sitompul.
Konstitusionalitas BLSM
Pihak Pemerintah dalam keterangannya yang
disampaikan oleh Herry Purnomo menyatakan, APBN-P 2012 merupakan paket
kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi yang bertujuan untuk menjaga
sustainabilitas fiskal (fiscal sustainability),
memperbaiki efisiensi ekonomi, meningkatkan investasi untuk menstimulasi
ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Meningkatnya alokasi anggaran untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) menjadi sebesar Rp. 137.379.845.300.000,00 dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) dari yang semula sebesar Rp. Rp123.599.674.000.000,00 dalam UU APBN 2012, hal tersebut sebagai akibat dari harga minyak
mentah yang meningkat tajam serta nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi.
Selain itu, Pemerintah mengemukakan bahwa
pelaksanaan subsidi BBM dan LPG pada setiap tahun anggaran akan diaudit oleh BPK.
“Oleh karena itu, Pemerintah tegaskan bahwa alasan para Pemohon yang menyatakan
alokasi anggaran untuk subsidi BBM dan LPG dalam Pasal 7 ayat (1) telah di-mark
up, adalah tidak benar,” tandas Herry.
Mengenai program kompensasi atas penyesuaian harga
BBM bersubsidi sebagaimana ketentuan Pasal 15A UU APBN-P 2012, bertujuan untuk
melindungi masyarakat miskin dari kemungkinan kenaikan harga terutama dari jasa
transportasi serta mengurangi beban biaya hidup rumah tangga dan memberikan
kompensasi biaya hidup yang meningkat. Program kompensasi penyesuaian harga BBM
bersubsidi tahun anggaran 2012 ditempuh melalui Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) dalam subsidi angkutan umum.
Oleh karena itu, ketentuan Pasal 15A UU APBN-P Tahun
2012 yang menetapkan bahwa dana kompensasi penyesuaian harga BBM bersubsidi
berupa BLSM tersebut, sesuai dengan amanat konstitusi dalam Pasal 23 ayat (1)
UUD 1945 yang menyatakan bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
negara dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Berdasarkan
hal-hal tersebut, Pemerintah tegaskan bahwa alasan pengujian yang dikemukakan
oleh Para Pemohon yang menyatakan bahwa dana kompensasi kenaikan harga BBM
dalam bentuk BLSM yang ditetapkan dalam Pasal 15A UU APBN-P Tahun Anggaran
2012, tidak mempunyai dasar dan pertimbangan yang matang serta tidak dapat
dipertanggungjawabkan peruntukannya, adalah tidak benar,” tandas Herry.
Mafia Minyak
Pada kesempatan yang sama, para Pemohon menghadirkan
Rizal Ramli sebagai ahli. Menurutnya, akurasi dan kredibilitas APBN-P 2012
sangat rendah. Rakyat ditakut-takuti dengan melambungnya harga minyak mentah di
atas US$105 hingga US$120 per barel yang
menyebabkan APBN mengalamai defisit signifikan. Bahkan negara dikesankan akan
bangkrut. “Tapi coba kita lihat faktanya hari ini, boro-boro naik harga
BBM liquid oil ke US$100, di atas US$105, US$120, anjlok terus tuh
di bawah US$90. Kenapa bisa anjlok? Karena ternyata, dan saya mohon maaf,
pemerintah kurang awas,” kata Rizal.
Rizal juga menyoroti
munculnya kembali mafia di bidang ekspor minyak yang pernah terjadi di zaman
Orba. Era Presiden Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid berhasil menghapus
sistem yang memberi peluang terjadinya mafia ekspor minyak. Tapi belakangan ini
mulai masuk mafia di dalam bidang impor. Setiap kali impor minyak, misalnya
pada harga $70, mafia minyak menerima $3 sampai $4. “Memang seolah-olah ada
tender di Petral, yang belinya kan Petral di Singapura, tapi bisa
dibandingkan harga Petral sama harga BBM crude oil secara
internasional, selalu ada selisihnya berapa dollar. Tendernya memang tender
yang diatur. Pertanyaan saya, kok sistem ini bisa ada? Kenapa enggak ini
dulu dihapuskan sebelum kita ngomong mau naikkan harga BBM?” papar
Rizal. (Nur Rosihin Ana)
0 komentar:
Posting Komentar