Peninjauan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) di persidangan Mahkamah Konstitusi memasuki tahap perbaikan permohonan, Jum’at (19/10/2012) pagi. Pada sidang kali kedua untuk perkara Nomor 95/PUU-X/2012 ini para pemohon melalui kuasanya, Muhammad Sholeh, memaparkan perbaikan permohonan berdasarkan nasihat majelis hakim pada persidangan pendahuluan dua pekan lalu.
Inti perbaikan meliputi dua hal. Pertama, para pemohon pada pokok permohonan lebih fokus mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 9 UUGD khususnya frasa “Pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat”. Sebelumnya, para pemohon mengujikan seluruh ketentuan Pasal 9 UUGD. “Kami konsentrasi bahwa yang menjadi pokok permohonan kita adalah frasa kata ‘pendidikan tinggi program sarjana atau pendidikan diploma empat’ karena itu yang menjadi inti pokok dari pasal yang kami persoalkan,” kata Muhammad Soleh.
Kedua, perbaikan petitum permohonan. Para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 9 UUGD bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, meminta Mahkamah memberikan makna khusus pada Pasal 9 UU GD. “Kami sebagai pemohon menginginkan Pasal 9 ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Tetapi kami (juga) ingin ada pemaknaan khusus sebagai yang dinyatakan dengan seorang guru harus mempunyai kualifikasi sarjana kependidikan atau program diploma empat Kependidikan,” pungkas Soleh.
Hakim Konstitusi Muhammad Alim selaku ketua panel, sebelum mengakhiri persidangan, mengesahkan alat bukti pemohon. Alat bukti pemohon berupa buku saku UUD 1945, UUGD, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2012, dan fotokopi KTP para pemohon.
Untuk diketahui, permohonan pengujian Pasal 9 UUGD ini dimohonkan oleh 7 orang mahasiswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), yakni Aris Winarto, Achmad Hawanto, Heryono, Mulyadi, Angga Damayanto, M. Khoirur Rosyid, dan Siswanto. Pasal 9 UUGD menyatakan: “Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan sarjana atau program diploma empat.”
Para pemohon merasa hak konstitusional mereka dirugikan oleh berlakunya ketentuan Pasal 9 UUGD. Kerugian konstitusional yang dimaksud adalah para pemohon harus bersaing dengan para sarjana non-kependidikan yang tidak menempuh kuliah di LPTK dimana terdapat beberapa mata kuliah belum pernah diajarkan di universitas non-kependidikan.
Para pemohon mendalilkan profesi guru merupakan bidang khusus sehingga dibutuhkan keahlian khusus. Keahlian khusus ini tidak mungkin didapatkan di perkuliahan non-LPTK. Pasal 9 UUGD tidak memberikan perlindungan serta kepastian hukum kepada Para Pemohon sebab tidak memberikan jaminan bagi lulusan LPTK sebagai satu-satunya sarjana yang bisa masuk dalam pendidikan profesi guru. Menurut para pemohon, ketentuan Pasal 9 UUGD bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. (Nur Rosihin Ana)
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES
0 komentar:
Posting Komentar