Uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pileg) kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/10/2012) siang. Sidang kali kedua dengan agenda perbaikan permohonan untuk perkara yang diregistrasi Panitera MK dengan Nomor 94/PUU-X/2012, ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva (ketua panel) didampingi anggota panel Harjono dan M. Akil Mochtar.
Ketua Panel Hamdan Zoelva menyatakan telah menerima perbaikan permohonan pada 19 Oktober 2012. Hamdan melihat banyak hal yang diperbaiki dalam permohonan. Intinya, para pemohon meminta agar keberadaan parpol tidak hanya bersifat nasional, tapi juga dimungkinkan bersifat lokal.
“Partai lokal ini batasnya hanya tingkat provinsi atau kabupaten dan kota, ini yang belum jelas. Yang Saudara (inginkan) ini hanya tingkat provinsi saja, atau dua-duanya?” tanya Hamdan Zoelva. “Dua-duanya, Majelis Hakim, setiap provinsi dan kabupaten.” jawab Iskandar Zulkarnaen, kuasa hukum para Pemohon.
Seharusnya, lanjut Iskandar Zurkarnaen, saat pendirikan parpol, dalam anggaran dasar disebutkan bersifat lokal tingkat kabupaten/kota dan tingkat provinsi, serta bersifat nasional.
“Jadi, ada tiga kemungkinan ya, nasional, provinsi, kabupaten/kota,” tukas Hamdan.
Panel hakim akan melaporkan kepada pleno untuk menentukan apakah uji materi UU Parpol dan UU Pileg ini akan berlanjut pada sidang pleno dengan mengundang pihak pemerintah dan DPR. “Kalau menurut pleno hakim cukup sampai di sini, maka langsung akan menjatuhkan vonis. Itu sangat tergantung pada permusyawaratan hakim mengenai perkara ini,” terang Hamdan.
Sebelum menutup persidangan, panel hakim mengesahkan alat bukti. Para Pemohon mengajukan tujuh alat bukti, yaitu bukti P-1 sampai P-7 yang antara lain berupa UUD 1945, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda, UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Untuk diketahui, uji materi UU Parpol dan UU Pileg ini diajukan oleh Jamaludin dan Andriyani. Materi yang diujikan yaitu Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (2) huruf c UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol); dan Pasal 8 ayat (2) huruf b, c dan d UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pileg).
Pasal 1 angka 1 UU Parpol menyatakan, “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Jamaludin dan Andriyani merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena kepentingan politiknya terbatasi dengan syarat kepartaian yang bersifat nasional. Keduanya kehilangan hak untuk mendirikan partai politik (parpol) yang berbadan hukum dan berbasis masyarakat di daerah yang masing-masing mempunyai kekhususan.
Konstruksi Pasal 3 ayat (2) huruf c UU Partai Politik dan Pasal 8 ayat (2) huruf b, c, dan d UU Pileg, telah menutup kemungkinan lahirnya partai politik yang hanya berada di satu provinsi atau di satu kabupaten/kota saja. Semestinya, UU Pileg membuka kemungkinan untuk menghadirkan parpol berskala lokal dengan tidak memaksakan persyaratan kepengurusannya secara nasional sebagai prasyarat mengikuti pemilu. (Nur Rosihin Ana)
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES
0 komentar:
Posting Komentar